Bursa Asia Dibuka Cerah Lagi, Tanda Krisis Sudah Berakhir?

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik dibuka menguat pada perdagangan Selasa (28/3/2023), di mana volatilitas pasar saham di Asia-Pasifik masih cenderung tinggi karena sikap investor masih berubah-ubah merespons krisis perbankan global.
Per pukul 08:30 WIB, indeks Nikkei 225 Jepang naik 0,14%, Hang Seng Hong Kong menguat 0,62%, Shanghai Composite China bertambah 0,16%, Straits Times Singapura menanjak 0,55%, ASX 200 Australia melesat 1,14%, dan KOSPI Korea Selatan terapresiasi 0,41%.
Bursa Asia-Pasifik yang cenderung menguat terjadi di tengah menghijaunnya kembali bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street pada perdagangan Senin kemarin.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup menguat 0,6% dam S&P 500 naik 0,16%. Namun sayangnya, indeks Nasdaq Composite melemah 0,47%.
Saham perbankan di AS kembali bangkit setelah sempat terpuruk sejenak. Saham First Republic Bank sempat terbang melesat hingga puluhan persen, sebelum berakhir menguat 11,8%.
Tekanan terhadap perbankan kecil di AS sudah mulai mereda. Berdasarkan catatan CNBC International, penurunan deposit di bank kecil yang beralih ke bank besar sudah mulai menurun.
Selain itu, Lembaga simpan pinjam AS (Federal Deposit Insurance Corporation/FDIC) mengumumkan First Citizens BancShare Inc akan membeli simpanan dan pinjaman Silicon Valley Bank (SVB). Pengumuman ini dua minggu setelah kejatuhan SVB yang mengawali krisis perbankan AS.
Kesepakatan itu mencakup pembelian sekitar US$ 72 miliar atau sekitar Rp 1.019 triliun aset SVB dengan diskon sebesar US$ 16,5 miliar, tetapi sekitar US$ 90 miliar dalam bentuk sekuritas dan aset lainnya akan tetap dalam kurator untuk disposisi oleh FDIC.
Saham First Citizen langsung terbang hingga lebih dari 53% pada perdagangan Senin waktu setempat.
Bahkan, pemulihan saham bank tidak hanya di AS, tetapi di Eropa juga demikian. Saham Deutsche Bank AG yang belakangan menjadi sorotan setelah merosot tajam berbalik melonjak 4,7%.
Meski demikian, banyak pelaku pasar dikatakan masih enggan masuk ke aset berisiko dan perbankan pada khususnya. Sebab, tekanan besar masih bisa datang.
"Banyak investor masih enggan masuk ke sektor perbankan akibat khawatir tekanan besar masih akan datang. Mereka menaruh perhatian pada kemungkinan peningkatan beban yang akan ditanggung perbankan akibat pengetatan regulasi, dan perbankan yang lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit bisa memberikan dampak negatif ke pertumbuhan ekonomi," kata Russ Mould, direktur investasi di AJ Bell dalam sebuah catatan yang dikutip CNBC International.
Kemungkinan terjadi resesi di AS juga dikatakan semakin dekat pasca gonjang-ganjing sektor perbankan. Hal ini bahkan diungkapkan oleh Presiden The Fed Minneapolis, Neel Kashkari dalam wawancaranya dengan CBS.
"Ini jelas membawa kita semakin dekat (dengan resesi) saat ini, apa yang belum jelas bagi kami saat ini adalah seberapa banyak tekanan perbankan yang bisa membuat krisis kredit meluas. Kemudian, krisis kredit akan memperlambat perekonomian," kata Kashkari sebegaimana dilansir CNBC International.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[Gambas:Video CNBC]
Ikuti Wall Street, Bursa Asia Dibuka Cerah!
(chd/chd)