Baru Bernafas Lega Sehari, Wall Street Sudah Jeblok Lagi

Market - mae, CNBC Indonesia
17 March 2023 20:57
Trader Timothy Nick works in his booth on the floor of the New York Stock Exchange, Thursday, Jan. 9, 2020. Stocks are opening broadly higher on Wall Street as traders welcome news that China's top trade official will head to Washington next week to sign a preliminary trade deal with the U.S. (AP Photo/Richard Drew) Foto: Bursa saham Amerika Serikat (AS) (AP Photo/Richard Drew)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa utama saham Amerika Serikat (AS) atau Wall Street kembali jeblok setelah mencatatkan kinerja yang cemerlang kemarin.

Pada sesi awal pembukaan perdagangan Jumat (17/3/3023), indeks Dow Jones melandai 0,7% ke 32.021,62. Sementara itu, indeks Nasdaq turun 0,19% ke 11.694,99 dan indeks S&P 500 terkoreksi 0,43% ke 3.944,05.

Kembali memerahnya Wall Street berbanding terbalik dengan kinerja impresif mereka kemarin.

Pada perdagangan Kamis (16/3/3023), indeks Dow Jones ditutup melonjak 1,17% ke 32.246,55. Penutupan tersebut adalah yang tertinggi dalam sepekan terakhir.

Indeks Nasdaq terbang 2,48% ke posisi 11.717,28 dan indeks S&P 500 melesat 1,76% ke 3.960,28.

Bursa kembali turun karena kekhawatiran investor terhadap krisis keuangan belum berakhir. Setelah krisis Silicon Valley Bank (SVB), Silvergate Bank, dan Signature Bank mengguncang AS, Credit Suisse masih menghantui Eropa.

Semula, kekhawatiran pasar mengenai krisis Credit Suisse mulai mereda. Saham bank yang berusia 167 tahun tersebut sempat melonjak 30% pada Kamis setelah bank sentral Swiss, Swiss National Bank akan memberi pinjaman senilai US$ 54 miliar.

Namun, keputusan bank sentral Eropa (ECB) yang tetap menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 bps menjadi kekhawatiran baru karena ECB justru sangat hawkish di tengah krisis perbankan.
Suku bunga saat ini adalah yang tertinggi sejak akhir 2008.

"Pasar mungkin sedikit lega setelah bank sentral Swiss masuk (untuk memberi pinjaman). Namun, sentimen pasar masih sangat rentan karena investor sangat khawatir mengenai dampak pengetatan kebijakan moneter bank sentral Eropa ke ekonomi," tutur Frédérique Carrier, head of investment strategy di RBC Wealth Management, dikutip dari Reuters.

Kekhawatiran pasar di AS juga sempat mereda setelah sekitar 11 bank memutuskan untuk menaruh dana hingga US$ 30 miliar untuk menyelamatkan First Republic Bank.

Dengan bantuan tersebut, First Republic Bank diharapkan akan membaik dan kepercayaan investor akan kembali.  Namun, adanya kemungkinan pengetatan kebijakan moneter bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) membuat pasar khawatir.

The Fed akan menggelar rapat pada pekan depan untuk menentukan suku bunga acuan.

"Ada tarik menarik di pasar sekarang. Krisis yang menimpa bank regional adalah hal yang sangat negatif bagi ekonomi dan pasar. Jika The Fed kembali mengetatkan kebijakan maka itu akan benar-benar mengekspos kelemahan ekonomi AS. Saya harap orang-orang untuk lebih hati-hati terutama sampai kita mendengar sepenuhnya apa yang akan dilakukan The Fed," tutur Jay Hatfield,CEO Infrastructure Capital Advisors, dikutip dari CNBC International.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Pasar Tenaga Kerja AS 'Mendingin', Wall Street Ijo Royo-royo


(mae/mae)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading