
IHSG Anjlok 2%, Rupiah Ikut Terseret!

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah menguat cukup tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) awal pekan kemarin, rupiah berbalik melemah pada perdagangan Selasa (14/3/2023). Jebloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga 2% berimbas negatif ke rupiah. Selain itu, pelaku pasar saat ini menanti rilis data inflasi AS malam ini, dan data neraca perdagangan Indonesia besok.
Melansir data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan di Rp 15.380/US$, melemah 0,13% di pasar spot.
Rilis data inflasi membuat pelaku pasar masih berhati-hati melihat kemungkinan kenaikan suku bunga bank sentral AS (The Fed).
Pasca kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB) The Fed diprediksi tidak akan agresif lagi menaikkan suku bunga. Apalagi sektor perbankan sedang mengalami tekanan. Aksi jual yang mulai melanda, termasuk di dalam negeri yang membuat IHSG terpuruk.
Bank investasi Goldman Sachs bahkan memprediksi The Fed tidak akan lagi menaikkan suku bunga.
"Melihat tekanan yang terjadi di sistem perbankan, kami tidak lagi memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga pada 22 Maret mendatang," kata Jan Hatzius, ekonom Goldman Sachs dalam sebuah catatan yang dikutip CNBC International.
Goldman sebelumnya memprediksi The Fed akan menaikkan suku bunga 25 basis poin.
Meski demikian, pelaku pasar melihat The Fed masih akan menaikkan suku bunga pada pekan depan.
Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pasar melihat probabilitas kenaikan 25 basis poin menjadi 4,75% - 5% sebesar 74%. Sementara probabilitas dipertahankan sekitar 25%.
Rilis data inflasi tersebut bisa memperkuat atau menurunkan ekspektasi tersebut. Hasil polling Reuters menunjukkan inflasi pada Februari diprediksi tumbuh 6% (yoy), lebih rendah dari bulan sebelumnya 6,4% (yoy).
Kemudian, inflasi inti juga diprediksi sebesar 5,5%, lebih rendah dari sebelumnya 5,6%.
Sebelum rilis data inflasi tersebut, pasar masih wait and see.
Sementara itu besok Badan Pusat Statistik (BPS) akan melaporkan data neraca perdagangan.
Surplus neraca perdagangan diperkirakan semakin menyusut pada Februari 2023. Selain ekspor yang melemah, surplus menyusut karena meningkatnya impor menjelang Ramadan.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 12 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Februari 2023 sebesar US$ 3,2 miliar.
Surplus tersebut jauh lebih rendah dibandingkan Januari 2023 yang mencapai US$ 3,87 miliar.Konsensus juga menunjukkan bahwa ekspor masih akan tumbuh 4% (year on year/yoy) sementara impor meningkat 4,2%.
Jika neraca perdagangan kembali mencetak surplus maka Indonesia sudah membukukan surplus selama 34 bulan beruntun.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Nasib Suku Bunga Fed Bisa Makin Jelas Besok, Rupiah KO Lagi?