IHSG Ambruk 1,34%, Saham Bank Berguguran! Efek SVB?
Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas saham perbankan besar di Indonesia terpantau terkoreksi parah pada perdagangan sesi I Selasa (14/3/2023), karena investor melakukan aksi jual di tengah memburuknya sentimen global setelah adanya krisis di Silicon Valley Bank (SVB).
Terpantau, empat saham bank 'jumbo' atau big four terkoreksi hingga 1% bahkan 2% lebih. Tak hanya bank big four saja, bank-bank umum big cap juga terkoreksi parah pagi hari ini.
Dari 13 saham bank dengan KBMI 3 dan 4, sembilan saham sudah terkoreksi parah lebih dari 1%, tiga saham masih terkoreksi di bawah 1%, dan satu saham cenderung stagnan.
Berikut pergerakan saham bank umum dan syariah KBMI 3-4 pada perdagangan sesi I hari ini.
Emiten | Kode Saham | Harga Terakhir | Perubahan Harga |
Bank Negara Indonesia | BBNI | 8.800 | -2,22% |
Bank Mandiri | BMRI | 10.125 | -2,17% |
Bank Danamon Indonesia | BDMN | 2.690 | -1,82% |
Bank Rakyat Indonesia | BBRI | 4.750 | -1,66% |
Bank Syariah Indonesia | BRIS | 1.555 | -1,58% |
Bank Central Asia | BBCA | 8.425 | -1,46% |
Bank Mega | MEGA | 5.100 | -1,45% |
Bank OCBC NISP | NISP | 745 | -1,32% |
Bank Tabungan Negara | BBTN | 1.230 | -1,20% |
Bank Maybank Indonesia | BNII | 228 | -0,87% |
Bank Permata | BNLI | 995 | -0,50% |
Bank Pan Indonesia | PNBN | 1.385 | -0,36% |
Bank CIMB Niaga | BNGA | 1.230 | 0,00% |
Sumber: RTI
Hingga pukul 09:36 WIB, dari saham bank big four,PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) memimpin koreksi saham bank yakni ambles 2,22% ke posisi harga Rp 8.800/unit.
Berikutnya ada saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang ambrol 2,17% ke Rp 10.125/unit. Kemudian ada PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang merosot 1,66% ke Rp 4.750/unit, dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang tergelincir 1,46% menjadi Rp 8.425/unit.
Sedangkan untuk saham bank big cap, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) terpantau tergelincir 1,58% ke Rp 1.555/unit, kemudian ada saham PT Bank Mega Tbk (MEGA) yang merosot 1,45% ke Rp 5.100/unit, dan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) yang terkoreksi 1,2% menjadi Rp 1.230/unit.
Koreksinya mayoritas saham perbankan terjadi di tengah masih lesunya saham-saham perbankan di global, terutama di AS, setelah adanya krisis yang menimpa SVB di AS.
Kolapsnya SVB membuat pelaku pasar kembali mengingat krisis yang terjadi pada 2008-2009, karena hal tersebut bisa dapat terjadi kembali pada tahun ini.
Belum berakhir kasus SVB, bank besar di AS lainnya juga ikut terkena dampaknya yakni Signature Bank, bank yang memiliki banyak nasabah di sektor real estate di AS.
Menyusul terjadinya krisis pada SVB dan Signature Bank, Presiden AS Joe Biden menggelar konferensi pers pada Senin siang waktu setempat.
Biden memastikan jika pemerintah akan melakukan semua upaya untuk menjamin dana nasabah.
Pernyataan Biden tersebut berselang beberapa jam setelah Menteri Keuangan AS, The Fed, dan Lembaga Penjamin Simpanan FDIC mengeluarkan pernyataan bersama.
Namun, pernyataan tersebut belum mampu menekan kekhawatiran nasabah dan investor.
Meski ada tekanan dari global, tetapi ada kecenderungan bahwa perbankan di RI masih cukup kuat untuk menahan sentimen negatif dari global karena didukung oleh kinerjanya yang masih positif.
Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, industri perbankan Indonesia yang tidak memiliki hubungan bisnis, facility line maupun investasi pada produk sekuritisasi SVB.
Selain itu, berbeda dengan SVB dan perbankan di AS umumnya, bank-bank di Indonesia tidak memberikan kredit dan investasi kepada perusahaan technology startup maupun kripto.
Pada saat ini, kondisi perbankan Indonesia menunjukkan kinerja likuiditas yang baik dengan AL/NCD dan AL/DPK diatas threshold yakni sebesar 129,64% dan 29,13%, jauh diatas ambang batas ketentuan masing-masing sebesar 50% dan 10%.
Aset perbankan juga terjaga pada komposisi yang proporsional dengan komposisi Dana Pihak Ketiga (DPK) yang didominasi oleh current account and saving account (CASA) atau dana murah yang semakin meningkat sehingga tidak sensitif terhadap pergerakan suku bunga.
Demikian juga, untuk kinerja lainnya seperti risiko kredit, risiko pasar, permodalan dan profitabilitas masih terjaga dan tumbuh positif.
Oleh karena itu, koreksi saham perbankan RI yang masih berlanjut pada pagi hari ini cenderung lebih disebabkan karena faktor psikologis pasar yang merespons negatif dari krisis SVB dan Signature Bank, bukan dampak langsung dari kejatuhan kedua bank tersebut.
CNBC INDONESIA RESEARCH
market@cnbcindonesia.com
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(chd/chd)