Ada Data Inflasi PCE, Rupiah Bisa Menguat Lagi?
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sukses menguat tipis 0,1% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 15.185/US$ Kamis kemarin. Penguatan tersebut menjadi indikasi pasar masih menanti lebih banyak data-data ekonomi AS untuk melihat apakah The Fed akan kembali agresif atau tidak dalam menaikkan suku bunga.
Ekspektasi tersebut bisa semakin kuat atau justru meredup pada hari ini Jumat (24/2/2023) saat rilis data inflasi PCE yang dijadikan acuan The Fed.
Jika inflasi PCE hanya turun tipis, ekspektasi tersebut akan semakin meningkat, apalagi jika sampai naik. Sementara jika menurun tajam, maka The Fed kemungkinan tidak akan agresif lagi.
Secara teknikal, rupiah masih jauh di atas Rp 15.090/US$, yang akan menjadi kunci pergerakan.
Level tersebut merupakan Fibonacci Retracement 50%, yang ditarik dari titik terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi 23 Maret 2020 di Rp 16.620/US$.
Rupiah yang disimbolkan USD/IDR juga bergerak di atas rerata pergerakan 200 hari (moving average 200/MA 200), yang memberikan tekanan lebih besar.
Indikator Stochastic pada grafik harian kini berada di wilayah jenuh beli (overbought) dalam waktu yang cukup lama.
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Dengan stochastic berada di wilayah overbought, ruang penguatan rupiah tentunya lebih besar.
Support berada di kisaran Rp 15.150/US$ - Rp 15.130/US$, jika ditembus rupiah berpeluang menguat lebih jauh menuju level kunci psikologis Rp15.090/US$. Rupiah harus menembus konsisten ke bawah level tersebut untuk menguat lebih jauh di pekan ini.
Sementara resisten berada di kisaran Rp 15.200/US$, jika ditembus dengan konsisten ada risiko rupiah melemah menuju Rp 15.250/US$ hingga Rp 15.280/US$.
CNBC INDONESIA RESEARCH
research@cnbcindonesia.com
(pap/pap)