Ikuti Wall Street, Bursa Asia Dibuka Bervariasi

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
Kamis, 23/02/2023 09:01 WIB
Foto: Bursa Asia (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik dibuka cenderung bervariasi pada perdagangan Kamis (23/2/2023), setelah rilis notula rapat bank sentral Amerika Serikat (AS), yang mengindikasikan bahwa suku bunga masih perlu dinaikkan lagi demi menurunkan inflasi.

Indeks Shanghai Composite China dan KOSPI Korea Selatan dibuka di zona hijau pada hari ini. Shanghai dibuka naik 0,14%, sedangkan KOSPI menguat 0,6%.

Sedangkan sisanya dibuka di zona merah. Indeks Hang Seng Hong Kong dibuka melemah 0,36%, Straits Times Singapura terkoreksi 0,35%, dan ASX 200 Australia turun 0,17%.


Sementara untuk indeks Nikkei 225 Jepang pada hari ini tidak dibuka karena sedang libur memperingati Hari Ulang Tahun Kaisar.

Dari Korea Selatan, bank sentral (Bank of Korea/BoK) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuannya di level 3,5%, setelah sebelumnya terus menaikkan suku bunga acuannya dalam setahun terakhir.

Hal ini juga sudah sesuai dengan prediksi pasar sebelumnya yang memperkirakan BoK akan menahan suku bunga acuannya kali ini.

Di lain sisi, pergerakan bursa Asia-Pasifik pada hari ini cenderung mengikuti pergerakan bursa AS, Wall Street kemarin yang ditutup bervariasi setelah dirilisnya risalah rapat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melemah 0,26%, S&P500 turun 0,15%. Namun untuk indeks NASDAQ Composite berakhir naik 0,13%.

Risalah pertemuan The Fed menunjukkan inflasi tetap "jauh di atas" target bank sentral 2%, menambahkan bahwa pasar tenaga kerja masih "sangat ketat, berkontribusi terhadap tekanan kenaikan terus pada upah dan harga."

Dalam risalah tersebut, pejabat The Fed juga mencatat bahwa data inflasi yang diterima selama tiga bulan terakhir menunjukkan penurunan yang disambut baik dalam laju kenaikan harga bulanan, tetapi menekankan bahwa lebih banyak bukti kemajuan di kisaran harga yang lebih luas akan diperlukan untuk yakin bahwa inflasi berada di jalur ke bawah yang berkelanjutan.

Presiden The Fed St.Louis, James Bullard mengatakan bahwa perjuangan bank sentral melawan inflasi masih jauh dari selesai.

"Menjadi populer untuk mengatakan, 'Mari pelan-pelan dan rasakan jalan kita ke tempat yang kita butuhkan.' Kami masih belum sampai pada titik di mana panitia menetapkan apa yang disebut tarif terminal," katanya dikutip dari CNBC Internasional.

"Dapatkan ke level itu dan kemudian rasakan jalan Anda dan lihat apa yang perlu Anda lakukan. Anda akan tahu kapan Anda berada di sana ketika langkah selanjutnya bisa naik atau turun," tambah Bullard.

Kekhawatiran yang memuncak bahwa The Fed akan melanjutkan kenaikan suku bunga membuat takut investor mendorong saham ke hari terburuk pada 2023.

Memang ada tanda-tanda inflasi turun, tetapi hal ini tidak cukup untuk mengimbangi kebutuhan kenaikan suku bunga lebih lanjut.

Beberapa anggota mengatakan bahwa mereka menginginkan kenaikan setengah poin, atau 50 basis poin (bp). Kenaikan sebesar itu akan menunjukkan tekad yang lebih besar untuk menurunkan inflasi ke target yang dicanangkan.

Namun, pasar khawatir jika The Fed bergerak terlalu cepat atau terlalu jauh, hal itu dapat menyebabkan ekonomi mengalami resesi.

Para pelaku pasar memperkirakan kenaikan suku bunga acuan The Fed masih akan meningkat pada tiga pertemuan terakhir, yakni pada Maret, Mei, dan Juni. Masing-masing naik sebesar 25 bp.

CNBC INDONESIA RESEARCH


(chd/chd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Bursa Asia Anjlok Usai Trump Umumkan Tarif Impor Jepang-Korsel