Rupiah Menguat Saat Tekanan Eksternal Berat, Sampai Kapan?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
20 February 2023 09:14
Petugas menghitung uang  dolar di tempat penukaran uang Dolarindo, Melawai, Blok M, Jakarta, Senin, (7/11/ 2022)
Foto: Ilustrasi Dolar dan Rupiah. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Senin (20/2/2023) setelah sebelumnya melemah dua pekan beruntun.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan di Rp 15.185/US$, menguat 0,1% di pasar spot. Hingga pukul 9:05 WIB, rupiah masih berada di level tersebut.

Dalam dua pekan terakhir, pelemahan rupiah tercatat sekitar 2%. Tekanan besar datang dari eksternal, sebab ada risiko bank sentral AS (The Fed) akan agresif lagi menaikkan suku bunga. Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) menegaskan suku bunga saat ini sudah memadai untuk meredam inflasi.

"Kita memandang meyakini suku bunga acuan memadai dalam arti tidak dibutuhkan kenaikan lagi, itulah stance dari kebijakan moneter," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Kamis (16/2/2023).

Memang setelah menaikkan suku bunga sebanyak enam kali sebesar 225 basis poin menjadi 5,75%, inflasi di Indonesia terus melandai. Nilai tukar rupiah pun cukup stabil, bahkan sepanjang tahun ini mencatat penguatan sekitar 2,3%.

Salah satu faktor yang memicu penguatan rupiah yakni aliran modal asing yang kembali masuk ke pasar obligasi, bahkan sangat besar pada Januari.

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan dan Pembiayaan Risiko (DJPPR), capital inflow di pasar obligasi nyaris mencapai Rp 50 triliun. Jika dilihat lebih ke belakang, inflow sudah terjadi sejak bulan November dan nilainya terus menanjak.

Namun, risiko arah angin berbalik cukup besar. Sebab ada kemungkinan The Fed kembali agresif menaikkan suku bunga acuannya cukup besar.

Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pelaku pasar kini melihat The Fed akan menaikkan suku bunga pada Maret, Mei dan Juni masing-masing 25 basis poin. Probabilitas kenaikan pada Juni pun lumayan tinggi, 55%.

Jika terealisasi, maka suku bunga The Fed pada Juni akan mencapai 5,25% - 5,5%. Jika BI tidak menaikkan suku bunga lagi, maka spread suku bunga hanya sekitar 25 basis poin saja.

"Harusnya BI jangan over confidence ya, karena tekanan eksternal masih cukup dinamis," ungkap Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira kepada CNBC Indonesia, Jumat (17/2/2023). 

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Penyebab Rupiah Menguat 4 Pekan Beruntun, Terbaik di Asia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular