Pak Jokowi, Dolar Eksportir Jadi Dikonversi ke Rupiah Gak?

Hadijah Alaydrus, CNBC Indonesia
Senin, 13/02/2023 08:00 WIB
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (USD). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah mengalami 'musim kemarau' pasokan dolar AS pada tahun lalu, pemerintah Presiden Joko Widodo atau Jokowi akhirnya turun tangan.

Dengan tegas, pemerintah memutuskan untuk merevisi aturan mengenai devisa hasil ekspor (DHE) yang tertuang dalam PP Nomor 1 Tahun 2019. Langkah yang diumumkan pada awal tahun ini dilakukan guna mengatur ulang lalu lintas DHE yang selama ini banyak disimpan oleh eksportir di luar negeri. Sayangnya, sudah hampir sebulan revisi tersebut belum jua keluar.

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Iskandar Simorangkir mengatakan saat ini PP tersebut sedang dalam proses pengkajian ulang sambil menunggu diterbitkannya Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) sebagai payung hukum perubahan PP ini.


"Ini lagi dikaji, selain itu juga UU PPSK walaupun sudah disetujui DPR kan belum diundangkan sehingga tentunya supaya kuat dasar hukumnya kita juga menunggu diundangkannya UU PPSK, dengan adanya ini dasar hukum mengatur lalu lintas devisa jadi kuat," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, dikutip Senin (13/2/2023).

Aturan PP Nomor 1 Tahun 2019 eksportir di sektor SDA diwajibkan untuk melaporkan dan memasukkan DHE mereka ke rekening khusus di bank persepsi dan melaporkannya ke BI.

Namun, aturan ini dinilai kurang kuat. Pasalnya, eksportir tidak diwajibkan mereka menyimpannya di dalam negeri dalam kurun waktu yang lebih lama dari satu bulan ataupun mengkonversikan ke rupiah. Alhasil, devisa tersebut hanya numpang lewat saja dan tidak memberikan kontribusi terhadap cadangan devisa negara.

Iskandar mengungkapkan upaya pemerintah dalam merevisi PP ini salah satu alasannya karena melihat kebijakan negara lain dalam mengatur DHE mereka, salah satunya Malaysia. Dengan adanya kewajiban konversi 75% DHE dalam bentuk dolar AS ke ringgit di Malaysia, maka negara ini memiliki bantalan yang cukup besar ketika menghadapi gejolak ekonomi global. Hal itulah yang ingin coba ditiru oleh Indonesia.

"Jadi memang bentuknya apa terus dikaji bentuk paling optimal untuk Indonesia, apakah akan ditambah sektornya kayak kata Pak Airlangga, atau kayak Thailand, Malaysia itu 75% wajib dikonversi ke dalam ringgit, Turki 80% wajib dikonversi ke lira. Masih dikaji terus sehingga nanti kebijakannya optimal, bentuknya apa masih dalam proses," terangnya.

Executive Director Segara Research Institute Piter Abdullah menilai ketentuan DHE jika hanya mewajibkan dolar ekspor untuk tinggal beberapa bulan di perbankan domestik tidak akan efektif menambah pasokan dolar. Pada akhirnya, dolar milik eksportir tersebut tetap akan keluar juga.

"Yang seharusnya dilakukan adalah kewajiban menjual DHE. Misalnya, saja 25 persen dari hasil ekspor mereka," kata Piter kepada CNBC Indonesia.

Dengan kewajiban ini, dia merasa tidak perlu pemerintah dan BI mengelontorkan insentif berlebihan ke eksportir. Langkah ini, menurutnya, akan efektif secara langsung menambah cadangan devisa.

Direktur Celios Bhima Yudhistira menuturkan bahwa kewajiban mengonversi dolar hasil ekspor ini pun sebetulnya telah diterapkan negara tetangga Indonesia, yaitu Malaysia. Dengan demikian, pemerintah seharusnya tidak ragu menerapkannya.

Bhima juga menyarankan supaya pemerintah menerapkan rentang kewajiban parkir dolar hasil ekspor dalam periode 9-12 bulan, supaya peningkatan terhadap cadangan devisa lebih terasa.

"Minimum 9-12 bulan DHE ditahan di dalam negeri seperti kasus di Thailand. Atau wajib 75% total DHE konversi ke denominasi mata uang lokal seperti kebijakan di Malaysia," tutur Bhima.

Hingga detik ini, pemerintah belum memberikan pernyataan apapun mengenai wajib konversi dolar hasil ekspor ke rupiah.

Menteri Koordinasi Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa pihaknya masih mengkaji hal ini. "Lagi dibahas semuanya. (Konversi ke rupiah) salah satu pertimbangan," ujarnya.

Namun, satu hal yang pasti, pemerintah akan memperluas sektor usaha yang wajib menahan devisanya di dalam negeri selama beberapa waktu, termasuk sektor manufaktur, perikanan dan perhutanan.


(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Rupiah Belum Menguat Seperti Mata Uang Lain, Ini Kata Ekonom