Awal Pekan Bursa Asia Berjatuhan, Kecuali Nikkei-STI

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
06 February 2023 16:37
A man is reflected on an electronic board showing a graph analyzing recent change of Nikkei stock index outside a brokerage in Tokyo, Japan, January 7, 2019. REUTERS/Kim Kyung-Hoon
Foto: Bursa Tokyo (REUTERS/Kim Kyung-Hoon)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik ditutup melemah pada perdagangan Senin (6/2/2023) awal pekan ini, di tengah masih kuatnya data tenaga kerja di Amerika Serikat (AS).

Hanya indeks Nikkei 225 Jepang dan Straits Times Singapura yang ditutup di zona hijau pada hari ini. Indeks Nikkei ditutup menguat 0,67% ke 27.693,699 dan Straits Times Singapura naik tipis 0,05% ke 3.385,93.

Sedangkan sisanya ditutup di zona merah. Indeks Hang Seng Hong Kong ditutup ambruk 2,02% ke 21.222,16, Shanghai Composite China melemah 0,76% ke 3.238,7, Straits Times Singapura, ASX 200 Australia turun 0,14% ke 7.547,4, KOSPI Korea Selatan ambles 1,7% ke 2.438,19, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi 0,55% menjadi 6.873,79.

Dari Australia, penjualan ritel periode Desember 2022 turun menjadi -3,9%, dari sebelumnya pada periode November 2022 sebesar 1,7%, berdasarkan data yang disesuaikan secara musiman oleh Biro Statistik Australia (ABS).

Penurunan tersebut juga lebih rendah dari prediksi pasar dalam polling Reuters yang memperkirakan penjualan ritel Negeri Kanguru hanya akan tumbuh -0,6% pada akhir tahun lalu.

Di lain sisi, pelaku pasar di Asia-Pasifik, terutama di India mencerna dugaan penipuan yang dilakukan oleh konglomerat asal India, Gautam Adani. Ia merupakan pemilik Adani Group yang bergerak di bidang tambang, pelabuhan dan pembangkit listrik.

Indeks Miliarder Bloomberg menunjukkan kekayaan bersih Gautam Adani per Jumat lalu sudah turun lebih dari 51,1%, atau US$ 61,6 miliar pada awal tahun ini.

Alhasil, indeks Nifty 50 di India melemah 0,62% dan S&P Sensex terkoreksi 0,67%, karena sebagian besar saham Adani Group ambles setelah adanya dugaan penipuan tersebut.

Pasar di Asia-Pasifik juga mencerna data tenaga kerja AS yang masih cukup kuat pada Januari 2023, menandakan bahwa kenaikan suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) masih berpeluang terjadi dan mereka juga akan menahannya dalam waktu yang lebih lama.

Secara mengejutkan, perekonomian Negeri Paman Sam mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 517 ribu orang sepanjang Januari 2023, berdasarkan data dari Departemen Tenaga Kerja AS. Jumlah tersebut jauh lebih tinggi di atas survei Reuters sebanyak 185 ribu orang.

Kemudian, tingkat pengangguran yang diprediksi naik menjadi 3,6%, malah turun menjadi 3,4%. Rata-rata upah per jam masih tumbuh 4,4% (year-on-year/yoy), lebih tinggi dari prediksi 4,3%.

Pasar tenaga kerja yang kuat, begitu juga dengan rata-rata upah berisiko membuat inflasi semakin sulit untuk turun ke target The Fed sebesar 2%.

Artinya, ada risiko The Fed kembali akan agresif menaikkan suku bunga dan suku bunga tinggi ditahan lebih lama lagi.

Analis dari JPMorgan, Mike Bell, sudah memberikan prediksi tersebut. Jika The Fed bertindak di luar eksepektasi pasar, maka Wall Street dan obligasi AS (US Treasury) akan kembali rontok.

Untuk diketahui, pasar saat ini memprediksi puncak suku bunga The Fed berada di kisaran 4,75% - 5%, artinya akan ada kenaikan satu kali lagi sebesar 25 basis poin pada bulan Maret.

CNBC INDONESIA RESEARCH


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Investor Masih Lakukan Aksi Profit Taking, Bursa Asia Lesu Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular