Kabar Gembira Dari Dalam Negeri, Rupiah Tunggu Waktu Ngegas!
Jakarta, CNBC Indonesia - Sektor manufaktur Indonesia meningkatkan laju ekspansi pada Januari lalu, yang tentunya menjadi kabar baik. Seperti diketahui, industri pengolahan berkontribusi sekitar 18% terhadap produk domestik bruto (PDB), terbesar berdasarkan lapangan usaha.
S&P Global pagi ini melaporkan purchasing managers' index (PMI) manufkatur sebesar 51,3 pada Januari, lebih tinggi dari bulan sebelumnya 50,8. Peningkatan laju ekspansi (angka di atas 50), tentunya bisa memberikan sentimen positif ke rupiah yang kemarin melemah 0,13% melawan dolar Amerika Serikat (AS).
Meski demikian, pelaku pasar juga masih wait and see, sebab bank sentral AS (The Fed) akan mengumumkan suku bunga pada Kamis dini hari waktu Indonesia. Pelaku pasar menanti kepastian apakah The Fed akan menaikkan suku bunga 25 basis poin sesuai ekspektasi, atau tetap 50 basis poin.
Secara teknikal, belum ada perubahan level-level yang harus diperhatikan. Rupiah masih jauh di bawah Rp 15.090/US$, yang akan menjadi kunci pergerakan.
Level tersebut merupakan Fibonacci Retracement 50%, yang ditarik dari titik terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi 23 Maret 2020 di Rp 16.620/US$.
Penguatan rupiah sebelumnya terakselerasi setelah menembus Rp 15.450/US$, yang merupakan Fib. Retracement 38,2%.
Rupiah yang disimbolkan USD/IDR sukses kembali ke bawah rerata pergerakan 50 hari (moving average 50/MA 50), MA 100 dan 200 yang tentunya memberikan peluang penguatan lebih lanjut.
Namun, beberapa indikator juga menunjukkan risiko koreksi rupiah.
Indikator Stochastic pada grafik harian mulai bergerak turun masuk wilayah jenuh jual (oversold).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Stochastic yang mencapai jenuh jual tentunya memperbesar risiko koreksi.
Selain itu, penguatan tajam pada perdagangan Kamis (12/1/2023) hingga Selasa (24/1/2023) lalu membuat rupiah berkali-kali membentuk gap, atau posisi pembukaan perdagangan yang jauh lebih rendah dari penutupan hari sebelumnya.
Secara teknikal, pasar biasanya akan menutup gap tersebut, yang artinya risiko koreksi bertambah.
Selain itu, pergerakan rupiah Kamis pekan lalu membentuk pola Doji memberikan sinyal netral. Artinya, pelaku pasar masih ragu-ragu menentukan arah, apakah lanjut menguat atau balik melemah.
Mengingat Doji muncul saat rupiah berada di posisi terkuat 3 bulan, ada risiko koreksi menjadi lebih besar.
Rupiah saat ini berada di dekat Rp 15.000/US$. Mata Uang Garuda berisiko melemah lebih jauh di pekan ini jika menembus dan bergerak konsisten di atas level psikologis tersebut.
Sementara support terdekat berada di Rp 14.960/US$, jika ditembus rupiah berpeluang menguat ke Rp 14.930/US$ - Rp 14.900/US$.
Untuk menguat lebih jauh rupiah perlu kembali menembus konsisten ke bawah level Rp 14.900/US$, dengan target ke Rp 14.730/US$ yang merupakan FIb. Retracement 61,8%.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(pap/pap)