
Wall Street Dibuka Menguat Sih, Tapi Kok Tipis-Tipis Saja?

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street dibuka cenderung menguat tipis pada perdagangan Selasa (31/1/2023), di mana investor mengharapkan pasar saham menutup bulan Januari 2023 dengan kinerja positif.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) dibuka menguat tipis 0,09% ke posisi 33.748,469, S&P 500 bertambah tipis 0,08% ke 4.020,89, dan Nasdaq Composite naik tipis 0,04% menjadi 11.398,58.
Beberapa perusahaan besar melaporkan laba sebelum bel dibuka. Saham Caterpillar ambles 3,32% di awal perdagangan, setelah raksasa industri tersebut membukukan hasil kuartalan terbarunya.
Sementara itu, saham General Motors melonjak 5,9% pada awal perdagangan setelah melaporkan laba yang kuat.
Januari yang solid bisa menjadi pertanda baik bagi pasar dan berpotensi menandakan kenaikan lanjutan di bulan-bulan berikutnya.
"Dari lima contoh di mana S&P 500 naik lebih dari 5% pada Januari setelah tahun yang negatif, indeks patokan naik rata-rata 30% untuk tahun ini," kata Ryan Detrick dari Carson Group dalam sebuah tweet.
Namun, musim rilis pendapatan di pekan yang cukup sibuk ini dapat membahayakan reli baru-baru ini. Investor mengamati dengan cermat komentar tentang bagaimana nasib beberapa perusahaan terbesar di tengah inflasi tinggi dan kekhawatiran melambatnya belanja konsumen.
Perhatian pasar kini tidak hanya kepada kinerja keuangan perusahaan, tetapi juga berfokus pada keputusan suku bunga terbaru bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), di mana The Fed akan memulai pertemuannya pada hari ini hingga besok waktu setempat.
Pasar melihat The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin (bp) saja menjadi 4,5% - 4,75% pada Rabu besok waktu AS, dengan probabilitas nyaris 100%, berdasarkan data dari perangkat FedWatch milik CME Group.
Selain The Fed, bank sentral Eropa (Europe Central Bank/ECB) juga akan mengumumkan kebijakan suku bunga acuan terbaru pada pekan ini, tepatnya pada Kamis mendatang.
ECB diprediksi akan kembali menaikkan suku bunga acuannya sebesar 50 basis poin menjadi 3% kali ini, berdasarkan polling dari Trading Economics.
Bank sentral Inggris, (Bank of England/BoE) juga diperkirakan akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin menjadi 4%.
Banyaknya pengumuman suku bunga pada pekan ini, dan akan semakin tinggi tentunya membuat pasar berhati-hati. Proyeksi kondisi ekonomi terbaru dari para bank sentral akan menjadi perhatian utama, apakah Negara Barat akhirnya mengalami resesi, atau bisa lolos.
Sementara itu, biaya tenaga kerja AS meningkat kurang dari yang diharapkan pada kuartal IV-2022, karena pertumbuhan upah melambat, menunjukkan bahwa pendekatan agresif The Fed untuk menjinakkan inflasi sedang berlangsung.
Indeks biaya tenaga kerja, pengukur inflasi penting untuk The Fed menunjukkan kompensasi meningkat 1% untuk periode kuartal IV-2022, di bawah perkiraan pasar sebesar 1,1% dari Dow Jones. Angka ini juga lebih rendah dari kenaikan 1,2% pada kuartal III-2022.
Di lain sisi, Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) pada Senin kemarin merevisi ke atas proyeksi pertumbuhan globalnya untuk tahun ini.
IMF memperkirakan sebanyak 84% dari negara-negara di dunia mencatatkan penurunan inflasi pada tahun ini. Seperti diketahui, inflasi telah menjadi momok dunia sejak tahun lalu ketika perang Ukraina dan Rusia menganggu rantai pasok dan meningkatkan harga energi.
Dengan demikian, inflasi global akan turun menjadi 6,66% pada tahun 2023 dan melandai hingga 4,3% pada 2024. Namun, angka inflasi tersebut masih jauh di atas level pra-pandemi yang rata-rata mencapai 3,5%
"Sementara tahun ini hingga ke depannya masih akan menantang, ini dapat mewakili titik balik, dengan pertumbuhan telah menyentuh level terendah dan inflasi menurun," kata Kepala Ekonom dan Direktur Riset IMF Pierre-Olivier Gourinchas dalam World Economic Outlook, Selasa (31/1/2023).
IMF mengungkapkan proyeksi inflasi sebagian besar mencerminkan penurunan harga komoditas bahan bakar dan non-bahan bakar internasional. Harga menurun karena melemahnya permintaan global.
Meski IMF memprediksi inflasi global melandai, tetapi mereka memperingatkan bahwa suku bunga yang lebih tinggi dan perang Rusia-Ukraina yang terus berlarut-larut kemungkinan masih akan membebani aktivitas ekonomi dan jasa global.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Investor Menanti Rilis Data Inflasi, Wall Street Dibuka Cerah
