Rupiah Menguat Tipis di Awal Pekan Yang Bakal Sibuk

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
30 January 2023 15:16
Pekerja pusat penukaran mata uang asing menghitung uang Dollar AS di gerai penukaran mata uang asing Dolarindo di Melawai, Jakarta, Senin (4/7/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sukses menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (30/1/2023), setelah sempat berayun antara penguatan dan pelemahan. Wajar saja, pekan ini ada bank sentral AS (The Fed) yang akan mengumumkan suku bunga, begitu juga dengan bank sentral di Eropa lainnya.

Melansir data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan di Rp 14.965/US$, menguat 0,1% di pasar spot.

The Fed menjadi perhatian utama pada pekan ini. Bank sentral paling powerful di dunia ini akan mengumumkan suku bunga pada Kamis dini hari waktu Indonesia, dan pasar menanti kenaikannya sebesar 25 basis poin atau 50 basis poin.

Dalam rapat kebijakan moneter akhir tahun lalu, The Fed mengindikasikan akan menaikkan suku bunga 50 basis poin pada Februari dan 25 basis poin pada Maret nanti.

Namun, setelah inflasi di Amerika Serikat terus menurun, pasar melihat The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin saja menjadi 4,5% - 4,75% pada pekan depan, dengan probabilitas nyaris 100%, berdasarkan data dari perangkat FedWatch milik CME Group.

Ekspektasi tersebut membuat rupiah mampu mencatat penguatan 3 pekan beruntun dan berada di level terkuat dalam 3 bulan terakhir.

Selain The Fed, bank sentral Eropa (ECB) juga akan mengumumkan kebijakan suku bunga acuan terbaru pada pekan ini, tepatnya pada Kamis. ECB diprediksi akan kembali menaikkan suku bunga acuannya sebesar 50 basis poin menjadi 3% kali ini, berdasarkan polling dari Trading Economics.

Bank sentral Inggris, (BoE) juga diperkirakan akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin menjadi 4%.

Banyaknya pengumuman suku bunga pada pekan ini, dan akan semakin tinggi tentunya membuat pasar berhati-hati. Proyeksi kondisi ekonomi terbaru dari para bank sentral akan menjadi perhatian utama, apakah Negara Barat akhirnya mengalami resesi, atau bisa lolos.

Gubernur ECB Christine Lagarde dalam World Economic Forum (WEF) di Davos dua pekan lalu juga mengatakan wajah perekonomian Eropa saat ini jauh lebih bagus, tidak seperti yang ditakutkan sebelumnya.

Pada kesempatan yang sama, deputi direktur pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Gita Gopinath mengatakan keputusan China untuk melonggarkan kebijakan zero Covid-19 menjadi salah satu alasan IMF menjadi lebih optimistis.

Jika para bank sentral menunjukkan sikap lebih optimistis, sentimen pelaku pasar tentunya akan membaik, dan rupiah bisa kembali menguat.

Sementara itu Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan bahwa kenaikan suku bunga acuan sebesar 225 basis points (bps) telah mencukupi untuk menurunkan inflasi inti. Saat ini, suku bunga acuan BI-7 Day Reverse Repo Rate mencapai 5,75%.

Menurut Perry, pihaknya sudah sangat jelas menegaskan bahwa BI menaikkan suku bunga sebesar 225 bps dimaksudkan untuk menurunkan inflasi inti.

"Pada RDG kemarin (Januari) sudah jelas bahwa 225 basis points ini memadai. Itu jelas sekali. Tidak ada kata-kata yang lebih transparan dengan arah kebijakan, forward guidance-nya jelas," kata Perry dalam Laporan Transparansi dan Akuntabilitas Bank Indonesia (LTABI) 2022, Senin (30/1/2023).

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular