Orang Indonesia Suka Beli Saham, Ini Buktinya

Jakarta, CNBC Indonesia - Menurut Schroders Indonesia, pasar saham Indonesia telah menjadi favorit di kalangan investor pada tahun 2022. Hal ini ditandai dengan pencatatan return IHSG sebesar 4,1%.
Diperkirakan, perekonomian yang digerakkan oleh domestik, pendapatan perusahaan pasca Covid-19 dan pemulihan pertumbuhan ekonomi, serta harga komoditas yang tinggi menjadi banyak alasan untuk investor asing memburu saham Indonesia sepanjang tahun. Valuasi rata-rata sekitar 15-16x PE dianggap menarik dibandingkan peers global seperti AS dan peers regional seperti India yang memiliki valuasi di atas 20x PE.
Selain itu, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) juga kuat di 5,7% year over year (YoY) pada kuartal 3 tahun 2022. Konsensus Bloomberg memperkirakan pertumbuhan pendapatan pasar lebih dari 20% YoY pada tahun 2022, yang semakin memicu antusiasme pada pasar saham Indonesia.
"Kami memperkirakan tahun 2023 masih akan menjadi tahun yang solid bagi Indonesia meskipun tidak secerah tahun 2022. Sebagai permulaan, kami memperkirakan harga komoditas akan mulai mengalami normalisasi, terutama harga batu bara," kata keterangan pers dari Schroders Indonesia yang diterima CNBC Indonesia pada Rabu (18/1/2022).
Maka demikian, hal itu akan berdampak pada pertumbuhan PDB dan pertumbuhan pendapatan perusahaan. Diperkirakan pertumbuhan PDB 2023 akan sedikit menurun menjadi sekitar 5,0% YoY karena pertumbuhan net exports melemah.
Tetapi, konsumsi dan investasi akan menjadi pendorong pertumbuhan. Tekanan terhadap daya beli akibat inflasi dapat menimbulkan risiko, namun inflasi terbukti lebih rendah dari ekspektasi pasar sejak kenaikan harga BBM terjadi.
"Tingkat pertumbuhan market earnings diharapkan menjadi satu digit rendah pada tahun 2023. Namun, jika kita mengeluarkan sektor komoditas, pertumbuhan pendapatan masih akan menjadi dua digit di pertengahan belasan. Perbankan dan konsumen seharusnya menjadi salah satu pendorong utama pertumbuhan pendapatan karena pertumbuhan pinjaman meningkat. Sementara perusahaan konsumen melihat pemulihan marjin dari harga soft commodities yang lebih rendah," jelas perusahaan manajer investasi itu.
Sementara itu, sektor teknologi masih akan tetap berada di bawah tekanan karena lingkungan suku bunga yang tinggi berdampak negatif bagi sektor tersebut. Meskipun begitu, setiap indikasi dari The Fed untuk melakukan pivoting atau penurunan inflasi dan suku bunga akan menjadi positif untuk sektor ini. Maka demikian, pelonggaran kebijakan moneter paling awal yang kami perkirakan hanya akan terjadi menjelang akhir tahun 2023.
[Gambas:Video CNBC]
Bye-Bye 7.000, IHSG Gak Kuat Nahan Tekanan Ini
(Zefanya Aprilia/ayh)