
Ada Yang Ramal BI Setop Kerek Suku Bunga, Rupiah Siap?

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah melemah 0,8% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 15.160/US$ Rabu kemarin, sekaligus menghentikan penguatan tajam 4 hari beruntun.
Selama periode tersebut penguatan tercatat sebesar 3,4%, kemarin rupiah bahkan sempat menyentuh Rp 14.975/US$, level terkuat sejak 20 September 2022. Dengan penguatan tersebut, maka wajar terjadi koreksi teknikal yang membuat pelemahan rupiah menjadi tajam kemarin.
Pelaku pasar menanti pengumuman kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) Kamis besok.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia mayoritas memproyeksikan kenaikan suku bunga acuan. Namun yang menarik beberapa memperkirakan bank sentral akan menahan suku bunga acuan.
Dari 13 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus, 10 lembaga/institusi memperkirakan bank sentral akan mengerek mengerek BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 menjadi 5,75%.
Sebanyak tiga institusi/lembaga memproyeksi BI akan menahan suku bunga di level 5,50%.
Hal ini membuat pelaku pasar menaruh perhatian penuh, sebab jika suku bunga ditahan, tentunya ada risiko rupiah kembali tertekan.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan BI akan mempertahankan suku bunga acuannya pada level 5,50% pada bulan ini sejalan dengan melandainya inflasi umum dan inti.
"Selain terkendalinya inflasi, kinerja dolar Amerika Serikat (AS) terhadap mata uang utama, cenderung terkoreksi sehingga mendorong penguatan rupiah," tutur Josua, kepada CNBC Indonesia.
Secara teknikal, rupiah kini kembali ke atas Rp 15.090/US$, yang akan menjadi kunci pergerakan.
Level tersebut merupakan Fibonacci Retracement 50%, yang ditarik dari titik terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi 23 Maret 2020 di Rp 16.620/US$.
Rupiah yang disimbolkan USD/IDR sukses kembali ke bawah rerata pergerakan 50 hari (moving average 50/MA 50), MA 100 tetapi kembali ke atas MA 200.
Namun, beberapa indikator juga menunjukkan risiko koreksi rupiah.
Indikator Stochastic pada grafik harian mulai bergerak turun masuk wilayah jenuh jual (oversold).
![]() Foto: Refinitiv |
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Stochastic yang mencapai jenuh jual tentunya memperbesar risiko koreksi.
Selain itu, penguatan tajam pada perdagangan Kamis (12/1/2023) hingga Senin kemarin membuat rupiah membentuk gap, atau posisi pembukaan perdagangan yang jauh lebih rendah dari penutupan hari sebelumnya.
Secara teknikal, pasar biasanya akan menutup gap tersebut, yang artinya risiko koreksi bertambah.
Rp 15.090/US$ menjadi support kuat. Selama tertahan di atasnya, rupiah berisiko melemah ke Rp 15.200/US$ - Rp 15.230/US$. Jika level tersebut ditembus dengan konsisten, rupiah berisiko melemah lebih jauh.
Sementara untuk kembali menguat lebih jauh rupiah perlu menembus konsisten lagi ke bawah Rp Fibonacci Retracement 50%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Penyebab Rupiah Menguat 4 Pekan Beruntun, Terbaik di Asia
