
Diramal Bakal Cash Crunch, Sampai Kapan GOTO Mampu Tahan?

Jakarta, CNBC Indonesia - Kinerja keuangan PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) selalu menjadi sorotan pelaku pasar saham. Pasalnya, startup digital terbesar di Indonesia ini kini diisukan mengalami masalah likuiditas pasca tekanan jual pasca lock-up saham investor pra-IPO mereda.
Isu ini semakin naik ke permukaan ketika ramai orang membicarakan angka rugi bersih GOTO yang terus meningkat. Kondisi ini menjadi umpan menarik bagi para penyebar isu untuk berspekulasi bahwa keadaan ini secara pelan tapi pasti akan menggerus dana kas perseroan. Mereka beranggapan, akan GOTO tetap bisa bertahan maka perusahan ini memerlukan suntikan modal atau mencari pendanaan baru untuk membiayai operasi bisnisnya.
Namun, tudingan miring itu dipatahkan oleh riset terbaru PT BRI Danareksa Sekuritas terkait prospek bisnis GoTo. Menurut analis BRI Danareksa GOTO sudah berada di jalur yang tepat dalam mencapai EBITDA positif dengan kekuatan kasnya saat ini. Dalam hitungannya, GOTO masih memiliki kas yang cukup kuat untuk mengantarkannya mencapai EBITDA positif pada tahun 2025. Bahkan, untuk mencapai EBITDA positif itu, GOTO tidak perlu repot repot mencari pendanaan baru. Karena itu perusahaan sekuritas yang berbasis di Indonesia ini merekomendasikan beli (buy) untuk saham GOTO dengan target harga Rp 196 dan potensi upside hingga 106,3%.
"Kami terus percaya bahwa GOTO dapat mencapai margin kontribusi positif di kuartal 3 2023 dan EBITDA dapat tercapai di tahun 2025 bahkan tanpa penambahan modal baru," ujar analis BRI, Niko Margaronis dalam riset terbarunya per 9 Januari 2023.
Adapun faktor yang menjadi landasan rekomendasi tersebut dirincikan dalam risetnya yakni peningkatan take-rate (komisi) Tokopedia untuk official store, peningkatan komisi untuk mitra driver di Singapura, peluncuran beberapa layanan premium seperti GoCar Kids dan GoCar Luxe, serta kepemimpinan pasar GoPay.
Dalam membangun argumentasi risetnya itu, BRI Danareksa lebih fokus pada strategi GOTO yang terus berbenah dalam meraih untung lebih cepat. GOTO bukan hanya lebih kreatif menciptakan produk dan layanan baru yang mampu mengerek pendapatan, juga agresif memangkas biaya sehingga lebih efisien dan dapat memperbaiki bottom line.
Apa itu Cash Runaway?
Sebenarnya ketika investor maupun pelaku pasar lain mempertanyakan seberapa kuat kas perseroan untuk menanggung kerugian akibat strategi 'bakar duit' yang digunakan untuk terus tumbuh, itu adalah hal yang wajar bagi startup yang masih merugi. Perbincangan terkait cash crunch di tubuh GOTO mulai menyebar di saat aktivitas pendanaan startup oleh pemodal cenderung terhambat ketika suku bunga acuan dinaikkan secara agresif oleh bank sentral yang hampir serempak secara global.
Sebagai informasi, cash crunch merupakan suatu istilah di dunia keuangan yang merujuk pada kondisi suatu perusahaan yang tidak memiliki cukup uang atau likuiditas untuk bisa beroperasi secara normal. Dalam kondisi besar pasak daripada tiang, cash crunch memang sangat mungkin terjadi apalagi untuk sekelas startup.
Kalau ditarik mundur ke belakang saat April 2022, waktu itu kinerja GOTO menunjukkan performa yang cemerlang. Pasalnya, perusahaan ini berhasil melakukan aksi korporasi berupa penawaran umum saham perdana atau IPO (initial public offering) dan meraup pendanaan hingga Rp 13,7 triliun. IPO GOTO tercatat sebagai IPO terbesar di tahun 2022. Perlu dicatat, IPO GOTO terjadi saat awal-awal The Fed (bank sentral AS) mulai agresif mengerek suku bunga acuan. Kesuksesan GOTO dalam meraih pendanaan dengan nilai jumbo membuat kas dan setara kas perseroan pun melonjak menjadi Rp35,3 triliun pada kuartal II-2022 dari Rp27 triliun di kuartal sebelumnya.
Pasca IPO, GOTO semakin agresif berbenah diri. Kondisi ini mengubah fokus utama GOTO, yang awalnya untuk bertumbuh menjadi lebih dari itu, GOTO berambisi untuk mengakselerasi profitabilitas. Strategi GOTO untuk mempercepat profitabilitas dilakukan dua cara. Pertama menggenjot pendapatan dan kedua efisiensi biaya. Dua cara ini, selain dapat mempercepat profitabilitas, juga berdampak pada 'napas' GOTO yang bisa semakin panjang. Hal ini dilakukan ketika kondisi likuiditas di perekonomian sengaja 'disedot' sementara waktu untuk perang melawan inflasi.
Sebagai catatan, sejak kuartal I sampai III tahun 2022, GOTO berhasil menaikkan pendapatan kotor sebesar Rp 331 miliar secara kuartalan. Pencapaian ini membuat gross revenue pada kuartal III-2022 mencapai Rp5,89 triliun, lebih tinggi dibandingkan kuartal sebelumnya senilai Rp5,5 triliun.
Pendapatan bersih GOTO bahkan tumbuh lebih fantastis lagi yakni Rp 1,5 triliun per kuartal, sehingga net revenue pada kuartal III-2022 mencapai Rp4,5 triliun, lebih tinggi dibandingkan kuartal sebelumnya senilai Rp1,9 triliun. Hal ini sebenarnya menjadi sinyal bahwa GOTO masih mampu tumbuh dengan solid meski biaya promosi dirasionalkan.
Mengacu pada dokumen presentasi perseroan, belanja insentif mampu ditekan hingga Rp 508 miliar. Selain itu biaya operasional untuk personel juga bisa dihemat hingga Rp 775 miliar. Jika ditotal, penghematan untuk belanja insentif dan operasional personel sendiri sudah mencapai lebih dari Rp1 triliun. Hal ini juga tercermin dari besaran 'bakar uang' GOTO yang mampu ditekan hingga Rp 258 miliar setiap bulannya. Wajar saja jika terjadi perbaikan bottom line yang signifikan di tubuh GOTO sepanjang 2022.
GOTO memang sangat agresif dalam melakukan rasionalisasi beban biaya dengan 130 agenda cost optimization yang sedang dijalankan. Salah satu implikasi dari kenaikan pendapatan dan efisiensi beban biaya tentu saja akan direfleksikan ke dalam neraca perseroan terutama likuiditas yang dijaga agar tetap longgar dan mendukung operasional perusahaan secara normal.
Langkah GOTO untuk memperpanjang nafas di tengah tekanan ekonomi yang cukup menantang juga dilakukan dengan merampingkan organisasi yang terlampau gendut. Di sisi lain, GOTO juga mulai fokus untuk mulai mengintegrasikan ekosistem dan divestasi non-core bisnisnya.
Sekadar infomrasi, GOTO telah mendivestasi saham pengelola Alfamart yakni PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) senilai Rp 1,5 triliun pada pertengahan Desember 2022. Beban operasional yang semakin ringan karena organisasi yang ramping ditambah dengan likuiditas dari divestasi saham tentu saja bisa semakin memperpanjang nafas GOTO untuk tetap tumbuh dan menghindari fenomena cash crunch yang dikhawatirkan. Terkait kondisi likuiditas GOTO dan kaitannya dengan kebutuhan untuk pendanaan baru, beberapa analis pasar modal baik lokal maupun asing ikut menyoroti dan memberikan komentar.
"Cash runaway sebuah startup digital juga selalu dikaitkan dengan burn rate. Kami mengapresiasi komitmen dan strategi GOTO dalam mengurangi praktik bakar uang tanpa khawatir kehilangan loyalitas pelanggan. Atas dasar itu, kami optimistis dengan kemampuan likuiditas GOTO, sekalipun tanpa ada pendanaan baru," kata Direktur Pilarmas Investindo, Maximilianus Nico Demus.
Dalam laporan Deutsche Bank Oktober 2022, perusahaan sekuritas global tersebut menyebut dengan posisi kas GOTO di akhir Juni dan asumsi bakar uang GOTO per tahun mencapai sekitar US$ 1 miliar per tahun atau setara Rp15,3 triliun (kurs Rp 15.300/US$), GOTO baru membutuhkan pendanaan eksternal pada tahun 2024-2025. Itu pun nilainya diestimasikan sebesar US$ 500 juta atau sekitar Rp7,65 triliun.
Deutsche Bank juga menggarisbawahi bahwa kebutuhan pendanaan eksternal tersebut masih manageable dan mampu ditutup dengan fasilitas kredit GOTO yang masih underutilized sebesar US$ 500 juta. "Kami yakin upaya GOTO untuk meningkatkan take rates, terutama di segmen e-commerce telah mempertimbangkan kondisi pembiayaannya. Kegugupan investor yang terjadi tampaknya berlebihan terutama terkait dengan kebutuhan pendanaan eksternal" tulis Deustche Bank dalam laporan risetnya.
Estimasi Deutsche Bank menunjukkan GOTO perlu meningkatkan take rates sebesar 150 bps (basis poin) pada 2023-2025 agar kondisi keuangan perusahaan tetap sehat.Sedangkan dalam laporan terbarunya pada 4 Januari 2023, Deutsche Bank tetap merekomendasikan buy untuk GOTO karena mereka percaya bahwa "harga saham GOTO saat ini menunjukkan pesimisme yang berlebihan dan mereka melihat potensi kenaikan."
Belum lama ini, Tokopedia mulai menerapkan strategi pricing terbaru untuk komisinya. Analis BRI Danareksa Sekuritas Niko Margaronis dalam laporan risetnya menilai strategi penerapan fee baru tersebut dapat meningkatkan take rate Tokopedia hingga 4% pada kuartal II-2023.
Take rate Tokopedia hingga kuartal III-2022 sudah mencapai 3,2% dan meningkat 30 bps dari kuartal III-2021. Artinya, secara kumulatif, akan ada kenaikan sebesar 80 bps dari sisi take rate hanya dalam 3 kuartal. Secara kasar angka kenaikan take rate Tokopedia sebesar 150 bps untuk tahun 2023-2025 sudah lebih dari setengah jalan.
Dengan peningkatan take rates yang signifikan di segmen bisnis dengan kontribusi besar terhadap GOTO, jelas akan ada tambahan pendapatan yang juga jumbo ke kantong GOTO. Pada akhirnya, dengan dua strategi utama peningkatan pendapatan dan efisiensi yang agresif, ketakutan akan terjadinya cash crunch atau seretnya likuiditas hingga mengganggu operasional dapat diminimalkan.
(Anisa Sopiah/ayh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article GOTO Bukukan Rugi Rp 3,86 T di Kuartal-I 2023