Duh! IHSG Jadi Indeks Paling Buruk Se-Asia, Cek Deh

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
10 January 2023 13:53
Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali terkoreksi parah pada perdagangan Selasa (10/1/2023), di tengah kekhawatiran investor akan potensi resesi ekonomi global.

Hingga perdagangan sesi II pukul 13:31 WIB, IHSG sudah ambruk hingga 1,6% ke posisi 6.581,31. IHSG pun keluar dari zona psikologis 6.600 dan kini diperdagangkan di level psikologis 6.500.

Nilai transaksi indeks pada perdagangan sesi II hari ini sudah mencapai sekitaran Rp 8 triliun dengan melibatkan 12 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 814.363 kali. Sebanyak 124 saham menguat, 407 saham melemah, dan 176 saham stagnan.

IHSG cenderung mengikuti pergerakan bursa Asia-Pasifik yang secara mayoritas juga cenderung melemah. Namun sayangnya, koreksi IHSG hari ini menjadi yang paling parah dibandingkan dengan bursa Asia-Pasifik lainnya.

Berikut pergerakan bursa Asia-Pasifik pada siang hari ini.

IndeksPosisi TerakhirPerubahan
Australia (ASX 200)7.131,00-0,28%
China (Shanghai Composite)3.170,81-0,17%
Filipina (PSEI)6.770,08-0,30%
Hong Kong (Hang Seng)21.312,79-0,35%
India (BSE Sensex)60.180,07-0,93%
Indonesia (IHSG)6.581,31-1,60%
Jepang (Nikkei 225)26.175,600,78%
Korea Selatan (KOSPI)2.351,310,05%
Malaysia (KLSE)1.484,57-0,59%
Singapura (Straits Times)3.271,57-1,03%
Selandia Baru (NZX 50)11.665,260,16%
Taiwan (TAIEX)14.802,960,34%
Vietnam (VNI)1.053,03-0,11%

Sumber: Refinitiv & RTI

Indeks Nikkei 225 Jepang, NZX 50 Selandia Baru, TAIEX Taiwan, dan KOSPI Korea Selatan terpantau diperdagangkan di zona hijau pada hari ini, di mana indeks Nikkei menjuarai.

Sedangkan Straits Times Singapura menjadi runner up bursa Asia-Pasifik yang terkoreksi pada hari ini. Adapun bursa saham Vietnam, yakni VNI menjadi yang paling rendah koreksinya.

Investor masih cenderung khawatir dengan potensi resesi global yang bakal terjadi pada tahun ini. Apalagi, beberapa bank sentral mulai mengoleksi emas yang dianggap sebagai salah satu aset safe haven, di mana salah satunya yakni bank sentral China (People Bank of China/PBoC).

PBoC memborong emas dalam jumlah yang besar dalam dua bulan terakhir. World Gold Council (WGC) pada Jumat pekan lalu melaporkan bahwa bank sentral Negeri Panda tersebut memborong emas sebanyak 32 ton pada November 2022.

Pembelian emas oleh PBoC adalah yang pertama kali sejak September 2019 atau lebih dari tiga tahun lalu.

Tidak hanya China, bank sentral lainnya juga memborong emas pada tahun lalu. WGC melaporkan jumlah pembelian tersebut menjadi yang terbesar dalam 55 tahun terakhir.

Emas yang kembali diburu oleh beberapa bank sentral bukanlah tanpa penyebab. Tanda-tanda resesi di AS sudah mulai terlihat, salah satunya dari data aktivitas jasa menurut ISM pekan lalu.

ISM melaporkan purchasing managers' index (PMI) jasa turun menjadi 49,6 jauh dari bulan sebelumnya 56,5. Angka di bawah 50 berarti kontraksi, sementara di atasnya adalah ekspansi.

Untuk diketahui sektor jasa merupakan kontributor terbesar produk domestik bruto (PDB) AS berdasarkan lapangan usaha. Kontribusinya tidak pernah kurang dari 70%.

Selain itu, sektor tenaga kerja yang masih cukup kuat di AS membuat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) berpotensi masih akan menahan sikap hawkish-nya.

Pada Jumat pekan lalu, data tenaga kerja non-farm payrolls (NFP) AS per Desember 2022 naik 223.000, dari sebelumnya pada November 2022 sebesar 256.000.

Di lain sisi, tingkat pengangguran di AS pada Desember 2022 terpantau turun menjadi 3,5%, dari sebelumnya sebesar 3,6% pada November 2022.

Dengan ini, maka The Fed berpotensi masih akan mempertahankan sikap hawkish-nya dengan menaikkan suku bunga acuan.

Para pejabat The Fed berkomitmen untuk memerangi inflasi dan mengharapkan suku bunga yang lebih tinggi tetap berlaku sampai lebih banyak kemajuan dibuat.

The Fed (dan bank sentral utama lainnya) justru "mengharapkan" pasar tenaga kerja melemah, bahkan jika perlu resesi segera terjadi.

Hal tersebut diperlukan untuk menurunkan inflasi yang sangat tinggi. Ketika pasar tenaga kerja kuat, maka daya beli masyarakat juga masih akan kuat, hal ini tentunya sulit menurunkan inflasi.

Alhasil, suku bunga bisa semakin tinggi dan ditahan lebih lama lagi sampai inflasi menurun. Jika itu terjadi, maka resesi yang akan dialami AS dan negara maju lainnya bisa jadi akan dalam dan panjang.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article IHSG Nggak Sendirian, Nikkei-Hang Seng Jeblok Lebih Parah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular