Hadapi Jalan Terjal, Harga CPO Sepekan Jeblok 5% Lebih!

Maesaroh, CNBC Indonesia
Selasa, 10/01/2023 08:30 WIB
Foto: Pekerja memuat tandan buah segar kelapa sawit untuk diangkut dari tempat pengumpul ke pabrik CPO di Pekanbaru, provinsi Riau, Indonesia, Rabu (27/4/2022). (REUTERS/Willy Kurniawan)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) kembali melemah setelah sempat melonjak kemarin. Harga CPO di Bursa Malaysia Exchange melandai di sesi awal perdagangan Selasa (10/01/2023).

Berdasarkan data Refinitiv, harga CPO pada sesi awal perdagangan turun 2,11% ke MYR 4.031/ton pada pukul 07:10 WIB.

Pelemahan ini berbanding terbalik dengan kinerja impresif CPO hari sebelumnya. Pada perdagangan Senin (9/1/2023), harga CPO ditutup melonjak 1,63% ke MYR 4.118 per ton. Harganya merangkak ke level tertinggi selama tiga hari terakhir.


Dalam sepekan, harga CPO jatuh 5,22% sementara dalam sebulan masih melonjak 7,8%. Dalam setahun, harga CPO juga jeblok 20,5%.



Dalam sepekan terakhir, harga CPO juga lebih kerap melemah. Selama periode 3-10 Januari 2-23, hanya dua kali CPO menguat yakni pada Selasa pekan lalu (3/1/2023) dan kemarin.

Sejumlah faktor sebenarnya bisa menopang harga CPO. Di antaranya adalah kembali menguatnya harga minyak nabati, kebijakan biofuel di sejumlah negara, hingga pembatasan ekspor oleh Indonesia.

Namun, ancaman resesi dan sentimen negatif dari China membuat harga CPO layu di awal tahun.

Sejumlah lembaga, termasuk Dana Moneter Internasional (IMF), mengingatkan jika dunia akan menghadapi resesi pada tahun ini.

Credit Suisse memperkirakan Eropa akan memasuki resesi pada kuartal IV-2022 hingga kuartal I- 2023. Sementara itu, Bank of America memproyeksi ekonomi AS akan mengalami resesi pada kuartal I-2023.

"Jika resesi terjadi maka itu akan menjadi jalan terjal buat (CPO). Daya beli akan melemah sehingga impor akan turun," tutur salah seorang trader, kepada S&P Global.

Ancaman resesi dan berkurangnya permintaan tersebut terjadi di tengah proyeksi kenaikan produksi. 

S&P memperkirakan produksi CPO Malaysia akan naik 3-5% pada 2023 menjadi 18 juta ton. Produksi CPO Indonesia diproyeksi naik 3% menjadi 48,1 juta ton.

Jika produksi CPO Malaysia dan Indonesia terus naik sementara permintaan menurun sebagai dampak resesi maka harga minyak sawit terancam terus melemah.

Harga CPO juga melandai karena sentimen negatif dari China. Tiongkok memang terus melonggarkan kebijakan Covid-nya dan hal itu bisa mendongkrak perekonomian.

Namun, kekhawatiran baru muncul yakni melonjaknya kasus di Negara Tirai Bambu. Dilansir dari BBC, sekitar 90% warga Henan diperkirakan sudah terinfeksi.

Kasus Covid-19 melonjak terjadi menjelang Tahun Baru China atau Imlek yang jatuh pada 21 Januari mendatang.

Jika kasus terus meningkat maka perayaan Imlek dikhawatirkan tidak akan semeriah pada tahun-tahun sebelumnya. Kondisi ini bisa membuat permintaan CPO melandai, terutama CPO Indonesia.

Tiongkok adalah pasar CPO terbesar kedua bagi Indonesia setelah India. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor CPO ke China mencapai 3 juta ton dengan nilai US$ 3,32 miliar pada Januari-Oktober 2022.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(mae/mae)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Belajar Dari Negeri Jiran, Ini Cara Pabrik Sawit Atasi Masalah