
Bos Sawit Sabar Ya... Harga CPO ke Level Terendah 2 Pekan

Jakarta, CNBC Indonesia- Harga minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) belum juga bangkit. Harga CPO di Bursa Malaysia Exchange melandai di sesi awal perdagangan Jumat (06/01/2023).
Berdasarkan data Refinitiv, harga CPO pada sesi awal perdagangan turun 0,66% ke MYR 4.063/ton pada pukul 08:13 WIB. Harga tersebut adalah yang terendah sejak 23 Desember 2022 atau delapan hari perdagangan terakhir.
Pelemahan ini memperpanjang tren negatif harga CPO menjadi tiga hari beruntun. Dalam tiga hari tersebut, harga CPO sudah ambruk 4,47%.
Harga CPO ditutup ambruk 1,89% ke MYR 4.090/ton pada perdagangan Kamis (05/01/2023). Dalam sepekan, harga CPO melandai 0,66% sementara dalam sebulan ambles 2,7%. Dalam setahun, harga CPO juga jeblok 18,5%.
"Harga minyak sawit jatuh menyusul melandainya harga futures minyak nabati lain seperti minyak kedelai," tutur kepala riset Anilkumar Bagani, dikutip dari Reuters.
Laju CPO kerap dipengaruhi oleh harga minyak saingan karena mereka bersaing untuk mendapatkan pangsa pasar di pasar nabati global.
Harga minyak kedelai melandai 0,78% sehari dan 2,8% sepekan ke posisi US$1.466,75 per bushel pada perdagangan Kamis (5/1/2023). Harga rapeseed oil turun 1,1% menjadi 583 euro per ton sedangkan harga minyak Canola juga ditutup lebih rendah 0,45% ke US$ 865 ,3 per ton
Melandainya harga minyak nabati, termasuk sawit, disebabkan oleh masih lemahnya permintaan di awal tahun serta pasokan yang memadai.
Dilansir dari Reuters, ekspor CPO Malaysia selama periode 1-5 Januari 2023 menjadi 71.000 ton, anjlok 68,2% dibandingkan periode yang sama pada Desember 2022.
Polling Reuters menunjukkan ekspor CPO Malaysia diperkirakan turun 1% ke 1,5 juga ton pada Desember 2022.
Melandainya harga minyak nabati sudah berlangsung sejak awal tahun ini. Kebijakan pemerintah Indonesia bahkan tidak mampu mendongkrak harga minyak nabati, terutama sawit.
Seperti diketahui, pemerintah akan membatasi ekspor CPO melalui skema domestic market obligation atau DMO.
Pengetatan tersebut dilakukan dengan menurunkan rasio volume ekspor dari volume domestic market obligation (DMO) yang dijalankan para perusahaan.
Jika sebelumnya, volume DMO sebesar 1:8 yang artinya, pelaku usaha sawit mendapatkan izin ekspor CPO delapan kali lipat dari volume DMO yang dijalankan di dalam negeri. Namun, dengan terbitnya aturan baru ini, pelaku usaha hanya diizinkan untuk melakukan ekspor enam kali lipat dari volume DMO yang dijalankan di dalam negeri, atau 1:6.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(mae/mae)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Apes! Sempat Rekor Sepanjang Masa, Harga CPO Drop 19% Setahun