
Awal Pekan Bursa Asia Dibuka Bergairah, Ada yang Melesat 1%

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik dibuka cenderung menguat pada perdagangan Senin (9/1/2023), di tengah adanya kabar bahwa China akan membuka kembali negaranya dan melonggarkan kebijakan pengetatan terkait Covid-19 secara bertahap.
Indeks Hang Seng Hong Kong dibuka melonjak 1,38%, Shanghai Composite China menguat 0,37%, Straits Times Singapura melesat 1,29%, ASX 200 Australia terapresiasi 0,73%, dan KOSPI Korea Selatan terdongkrak 1,16%.
Sementara untuk indeks Nikkei 225 Jepang pada hari ini tidak dibuka karena sedang libur memperingati hari Seiji no Hi atau Hari Kedewasaan.
Dari China, pemerintah akhirnya kembali membuka perbatasan internasionalnya untuk pertama kali, sejak melakukan pembatasan perjalanan di Maret 2020
Para pelancong kini tak perlu lagi melakukan karantina. Namun, mereka masih memerlukan bukti tes PCR negatif yang diambil dalam waktu 48 jam perjalanan.
Hal ini menandai perubahan signifikan dalam kebijakan Covid-19 China saat memerangi lonjakan kasus. Langkah tersebut disambut baik oleh banyak orang yang ingin berkumpul kembali dengan keluarga.
Di Hong Kong, 400.000 orang diperkirakan melakukan perjalanan ke China daratan dalam beberapa minggu mendatang. Antrean penerbangan diyakini bakal terjadi termasuk di kota-kota seperti Beijing dan Xiamen.
Pembukaan China selebar-lebarnya ini dilakukan menjelang Tahun Baru Imlek. Sebelum pandemi, ini adalah migrasi tahunan terbesar di seluruh dunia dari orang-orang yang pulang ke rumah untuk menghabiskan waktu bersama keluarga.
Tahun 2023 ini, kemungkinan dua miliar perjalanandilakukan pada Tahun Baru Imlek 2023. Ini dua kali lipat jumlah perjalanan tahun lalu.
Namun, beberapa negara melakukan antisipasi turis mancanegara dari China, seperti Amerika Serikat (AS) dan Inggris, yang memberlakukan persyaratan untuk tes Covid-19 pada orang yang datang dari China.
Di sisi lain, pemerintah China menyensor lebih dari 1.000 akun media sosial yang mengkritik penanganan virus tersebut. Perlu diketahui sejak 25 Desember lalu, China menyetop pengumuman data harian Covid-19 ke publik.
Bursa Asia-Pasifik pada hari ini cenderung mengikuti pergerakan bursa saham AS, Wall Street pada perdagangan Jumat pekan lalu, setelah dirilisnya data pengupahan di AS.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melonjak 2,13%, S&P 500 melejit 2,28%, dan Nasdaq Composite terbang 2,56%.
Reli tersebut menempatkan ketiga indeks saham utama AS di wilayah positif untuk minggu pertama tahun 2023. Ketiganya naik sekitar 1% atau lebih pekan lalu.
Laporan pekerjaan bulanan Departemen Tenaga Kerja AS menunjukkan bahwa pemberi kerja menambahkan 223.000 pekerjaan pada Desember 2022, kenaikan terkecil dalam dua tahun tetapi lebih dari yang diharapkan oleh para ekonom sebesar 200.000.
Kemampuan perusahaan AS untuk terus merekrut menunjukkan bahwa pasar kerja mampu bertahan bahkan ketika kenaikan suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) telah memicu kekhawatiran tentang potensi resesi.
Laporan tersebut juga menunjukkan pertumbuhan upah terus menurun. Penghasilan per jam rata-rata naik 0,3% pada bulan Desember dari bulan sebelumnya, turun dari kenaikan 0,4% pada November 2022.
Angka untuk bulan Desember 2022 naik 4,6% dari setahun lalu, turun dari kenaikan 4,8% yang direvisi pada November 2022 dan jauh di bawah puncaknya di Maret 2022.
Data tersebut mengurangi kekhawatiran akan apa yang disebut wage-price spiral, di mana karyawan menuntut kenaikan gaji sebagai tanggapan atas kenaikan harga, dan masuknya uang tambahan ke kantong pekerja memicu inflasi lebih lanjut.
Skenario seperti itu bisa menekan The Fed untuk menaikkan suku bunga secara lebih agresif lagi. Bank sentral Negeri Paman Sam tersebut akan membuat keputusan kebijakan moneter berikutnya pada pertemuan 31 Januari hingga 1 Februari mendatang.
Beberapa investor mengatakan laporan pekerjaan Jumat lalu menunjukkan bahwa ekonomi AS berada di jalur untuk soft landing, di mana The Fed menaikkan suku bunga cukup untuk menurunkan inflasi tetapi tanpa memicu penurunan yang menyakitkan.
Namun, beberapa tanda lain masih menunjukkan pelemahan ekonomi. Barometer kondisi bisnis dari Institute for Supply Management (ISM) yang diawasi ketat pada perusahaan berorientasi layanan yang dirilis Jumat lalu, turun menjadi 49,6% pada Desember dari 56,5% pada November-pertama kali menunjukkan kontraksi sejak awal pandemi.
Dalam beberapa minggu terakhir, investor dan manajer investasi semakin berharap bahwa inflasi akan melambat dengan cepat di bulan-bulan mendatang dan mampu mendorong The Fed untuk mulai memangkas suku bunga akhir tahun ini. Tapi data yang dipublikasikan minggu ini mengingatkan investor jalan ke depan bisa jadi masih rumit.
Risalah dari pertemuan kebijakan terakhir The Fed, dirilis Rabu pekan lalu, menunjukkan bahwa para pejabat berharap untuk terus menaikkan suku bunga jika tekanan harga terbukti lebih kuat.
Sementara itu, data perekrutan pada Jumat lalu menambah bukti bahwa pasar tenaga kerja AS tetap kuat dan situasi yang menguntungkan pekerja ini, tetapi dapat menambah tekanan inflasi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Investor Masih Lakukan Aksi Profit Taking, Bursa Asia Lesu Lagi
