
Kengerian Ramalan IMF Hantam Big Cap, IHSG Anjlok Berjilid

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau ambles nyaris 2% pada perdagangan sesi I Kamis (5/1/2023), di tengah kekhawatiran akan ramalan dari Dana Moneter Internasional terhadap ekonomi global di tahun 2023.
Per pukul 09:30 WIB, IHSG ambruk 1,59% ke posisi 6.704,57. IHSG pun keluar dari zona psikologis 6.800 dan kini diperdagangkan kembali di level psikologis 6.700. Penurunan tajam ini juga menjadi penurunan kedua secara berturut-turut setelah kemarin IHSG juga anjlok 1% lebih.
Beberapa saham menjadi pemberat indeks pada awal perdagangan sesi I hari ini. Berikut saham-saham yang menjadi pemberat (laggard) IHSG hari ini.
Emiten | Kode Saham | Indeks Poin | Harga Terakhir | Perubahan Harga |
Bayan Resources | BYAN | -15,01 | 20.250 | -4,14% |
Bank Rakyat Indonesia | BBRI | -12,42 | 4.670 | -2,10% |
GoTo Gojek Tokopedia | GOTO | -7,59 | 92 | -4,17% |
Astra International | ASII | -7,05 | 5.500 | -3,08% |
Telkom Indonesia | TLKM | -6,17 | 3.760 | -1,57% |
Bank Mandiri | BMRI | -6,02 | 9.875 | -1,50% |
Bank Central Asia | BBCA | -5,48 | 8.275 | -0,90% |
Adaro Energy Indonesia | ADRO | -4,33 | 3.190 | -3,33% |
Bank Negara Indonesia | BBNI | -3,34 | 9.025 | -1,63% |
Sumber: Refinitiv
Dari deretan bottom movers di atas, saham emiten batu bara milik Low Tuck Kwong yakni PT Bayan Resources Tbk (BYAN) menjadi pemberat (laggard) paling besar IHSG pada sesi I hari ini, yakni hingga mencapai 15,01 indeks poin.
Sedangkan di posisi kedua, terdapat saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang juga memberatkan indeks hingga 12,42 indeks poin.
Terakhir, ada saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) yang turut memperberat IHSG sebesar 3,34 indeks poin.
Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) membuat gempar banyak orang di global dan dalam negeri, setelah mereka merilis proyeksi ekonomi global di tahun 2023.
Meski ngeri, ramalan itu bukan tanpa alasan. Pasalnya, tiga mesin utama ekonomi dunia yakni Amerika Serikat (AS), China, dan Uni Eropa bakal melambat.
"Kami memperkirakan sepertiga ekonomi dunia berada dalam resesi. Bahkan negara yang tidak dalam resesi, akan terasa seperti resesi bagi ratusan juta orang," ujar Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva dalam wawancara dengan CBS Face the Nation, dikutip Rabu (4/1/2023).
Di China, menurut Georgieva, laju ekonomi China pada 2022 kemungkinan di bawah pertumbuhan ekonomi global untuk pertama kalinya dalam 40 tahun karena lonjakan kasus Covid-19.
"Untuk pertama kalinya dalam 40 tahun, pertumbuhan China pada 2022 kemungkinan berada di bawah atau di bawah pertumbuhan global," kata Georgieva.
Peningkatan kasus Covid-19 setidaknya setahun terakhir membuat Negeri Tirai Bambu tersebut menerapkan sejumlah pembatasan yang membuat aktivitas ekonomi kembali terhambat.
Bahkan, lonjakan baru kasus Covid-19 yang diperkirakan terjadi di China dalam beberapa bulan ke depan kemungkinan akan makin memukul ekonominya tahun ini dan menyeret pertumbuhan regional dan global.
"Untuk beberapa bulan ke depan, akan sulit bagi China, dan dampaknya terhadap pertumbuhan China akan negatif, dampaknya terhadap kawasan akan negatif, dampak terhadap pertumbuhan global akan negatif," ujar Georgieva.
Dalam perkiraan pada Oktober 2022, IMF mematok pertumbuhan produk Domestik Bruto (PDB) China tahun lalu sebesar 3,2%, atau setara dengan prospek global IMF untuk 2022.
Sementara itu, kata Georgieva, ekonomi AS berdiri terpisah dan dapat menghindari kontraksi langsung yang kemungkinan akan menimpa sepertiga dari ekonomi dunia.
"AS paling tangguh, dapat menghindari resesi. Kami melihat pasar tenaga kerja tetap cukup kuat," katanya.
Namun, fakta itu sendiri menghadirkan risiko karena dapat menghambat kemajuan yang perlu dibuat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dalam membawa inflasi AS kembali ke level yang ditargetkan sebesar 2%.
"Ini adalah ... berkah campuran karena jika pasar tenaga kerja sangat kuat, Fed mungkin harus mempertahankan suku bunga lebih lama untuk menurunkan inflasi," kata Georgieva.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Sanggahan: Berita ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli atau menjual saham terkait. Keputusan investasi sepenuhnya ada pada diri anda, dan CNBC Indonesia tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(chd/chd)