Ngeri Ramalan IMF, Asing Bawa Kabur Rp 21 Triliun dari RI

M Malik Haknuh, CNBC Indonesia
05 January 2023 07:45
Karyawan melintas di samping layar elektronik yang menunjukkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (11/10/2022). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Karyawan melintas di samping layar elektronik yang menunjukkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (11/10/2022). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Ramalan Dana Moneter Internasional (IMF) mengenai kemungkinan resesi membuat investor asing panik dan kabur meninggalkan pasar saham Indonesia. Memang bukan tanpa alasan, ramalan ini disinyalir berdasarkan terus melemahnya negara-negara mesin utama pertumbuhan ekonomi di dunia seperti Amerika Serikat (AS), China, dan Eropa.

Yang kemudian sentimen ini membuat IHSG anjlok cukup dalam ke level 6.813,23 atau turun -1,10%, pada perdagangan hari Rabu kemarin (04/01/2022). Setelah IHSG sempat naik ke harga tertingginya di level 6.900,60 menciptakan nilai transaksi sebesar Rp 9,71 triliun.

Tentu saja, penyebab penurunan IHSG yang terjadi kali ini, salah satunya disebabkan imbas dari aksi jual bersih asing yang cukup besar senilai Rp 437,65 miliar di seluruh pasar dan Rp 498,82 miliar di pasar reguler.

Secara lebih rinci, terdapat 369 saham turun termasuk penurunan saham bluechip yang memiliki bobot terhadap IHSG yang besar, terutama seperti BBCA pada perdagangan kemarin anjlok -2,34% setelah asing melakukan jual bersih sahamnya mencapai Rp 328,16 miliar di seluruh pasar.

Lantas disusul oleh perbankan milik BUMN yang juga rivalnya, yaitu BBRI yang terkoreksi cukup dalam untuk sekelas saham big cap yaitu -1,65% setelah investor asing menjual bersih sahamnya Rp 95,39 miliar di seluruh pasar dan Rp 103,25 miliar di pasar reguler.

Kaburnya investor asing dari pasar saham RI sudah terjadi sejak Desember lalu, data pasar menunjukkan terjadi net selll hingga Rp 20,9 triliun. Jika ditambah dengan yang terjadi di awal tahun ini, nilainya menjadi lebih dari Rp 21 triliun.

Kepanikan pelaku pasar khususnya investor asing di awal tahun ini terjadi pasca Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva memperingatkan bahwa tahun 2023 akan menjadi tahun yang berat karena pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS), Eropa, dan China, semuanya mengalami aktivitas ekonomi yang melemah.

"Kami memperkirakan sepertiga dari ekonomi dunia akan berada dalam resesi," kata Kristalina Georgieva.

"Tahun 2023 akan lebih sulit dari tahun lalu karena ekonomi AS, Uni Eropa dan China akan melambat", pungkasnya.

Lebih lanjut, Kristalina menjelaskan bahkan bagi negara-negara yang tidak mengalami resesi pun ratusan juta orang akan merasa seperti dalam resesi.

TIM RISET CNBC INDONESIA 

(pap/pap)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation