Bursa Asia Dibuka Cenderung Cerah, Tapi Nikkei Lesu

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
04 January 2023 08:47
A man paues in front of an electric screen showing Japan's Nikkei share average outside a brokerage in Tokyo, Japan, August 5, 2019.   REUTERS/Issei Kato
Foto: Bursa Tokyo (REUTERS/Issei Kato)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik dibuka cenderung menguat pada perdagangan Rabu (4/1/2023), jelang pengumuman risalah dari bank sentral Amerika Serikat (AS).

Indeks Nikkei 225 Jepang dibuka ambruk 1,6% pada perdagangan perdana di tahun 2023 dan Shanghai Composite China turun tipis 0,07%.

Sedangkan untuk indeks Hang Seng Hong Kong dibuka menguat 0,75%, Straits Times Singapura naik 0,18%, ASX 200 Australia melesat 1,17%, dan KOSPI Korea Selatan terapresiasi 0,47%.

Pada hari ini, bursa saham Jepang kembali dibuka dan menjadi perdagangan perdana setelah libur tahun baru 2023. Namun seperti bursa Asia-Pasifik lainnya, perdagangan perdana bursa saham Jepang di 2023 juga cenderung kurang bergairah.

Hal ini terjadi setelah data final dari aktivitas manufaktur di Jepang pada Desember 2022 kembali menurun. Data aktivitas manufaktur Jepang berdasarkan purchasing manager's index (PMI) versi Jibun Bank pada Desember 2022 turun menjadi 48,9, dari sebelumnya pada November 2022 di angka 49.

Meskipun sedikit lebih tinggi dari angka flash reading di 48,8, tetapi angka tersebut merupakan yang terlemah sejak Oktober 2020 dan menandai bulan kedua di bawah garis 50 yang memisahkan kontraksi dari ekspansi.

Dengan ini, maka sektor manufaktur Jepamg masih berkontraksi. PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di bawahnya berarti kontraksi, sementara di atasnya ekspansi.

"Penurunan sebagian besar berpusat di sekitar lingkungan permintaan saat ini yang lemah baik secara internasional maupun domestik," kata Laura Denman, ekonom di S&P Global Market Intelligence, yang menyusun survei tersebut, dikutip dari Channel News Asia.

Bursa Asia-Pasifik yang secara mayoritas cenderung cerah terjadi berbanding terbalik dengan bursa saham AS, Wall Street pada penutupan perdagangan perdananya di tahun 2023.

Pada Selasa kemarin, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup turun tipis 0,03%, S&P 500 melemah 0,41%, dan Nasdaq Composite terkoreksi 0,76%.

Penyebabnya yakni kekhawatiran seperti kenaikan suku bunga dan inflasi tinggi yang menjatuhkan pasar tahun lalu terus menyusahkan investor di tahun baru.

Saham Tesla dan Apple tergelincir, membebani pasar dan melanjutkan tren bearish dari 2022, ketika sektor teknologi terpukul keras karena bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) menaikkan suku bunga untuk melawan inflasi.

Tesla turun 12,24%, mencapai level terendah sejak Agustus 2020, karena pengiriman kuartal keempat yang mengecewakan. Apple turun 3,74% menyusul laporan akan memangkas produksi karena lemahnya permintaan.

Sentimen tersebut dapat berlanjut pada tahun 2023 karena The Fed akan terus menaikkan suku bunga dalam beberapa bulan mendatang, memicu kekhawatiran bahwa ekonomi AS dapat jatuh ke dalam resesi.

"Lingkungan resesi pada tahun 2023 selanjutnya dapat menghambat kinerja saham teknologi di tahun baru, karena kehausan investor akan meningkat untuk perusahaan berorientasi nilai dan perusahaan dengan margin keuntungan lebih tinggi, arus kas lebih konsisten, dan hasil dividen yang kuat," tulis Greg Bassuk, CEO Investasi AXS di New York.

Sejarah menunjukkan pasar saham AS cenderung rebound setelah bertahun-tahun turun. Faktanya, S&P 500 rata-rata telah pulih sebesar 15% di tahun berikutnya setelah tahun di mana ia kehilangan lebih dari 1%.

Rata-rata utama menutup tahun 2022 dengan kerugian tahunan terburuk mereka sejak 2008, mematahkan kemenangan beruntun tiga tahun. Dow mengakhiri tahun turun sekitar 8,8%, dan 10,3% dari level tertinggi 52 minggu. S&P 500 kehilangan 19,4% untuk tahun ini dan duduk lebih dari 20% di bawah rekor tertinggi. Nasdaq yang padat teknologi anjlok 33,1% tahun lalu.

Selain itu, investor juga menanti rilis data laporan pekerjaan Desember 2022, di mana laporan ketenagakerjaan akhir ini akan menjadi pertimbangan The Fed sebelum pertemuan berikutnya pada 1 Februari. Ada juga beberapa pidato presiden The Fed yang dijadwalkan Kamis dan Jumat.

The Fed pada bulan lalu mengendurkan laju kenaikan suku bunga menjadi 50 basis poin (bp), setelah empat kali beruntun menaikkan masing-masing 75 bp.

Analis dari Citi memperkirakan bank sentral paling powerful di dunia tersebut akan kembali menaikkan sebesar 50 bp pada bulan depan.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Investor Masih Lakukan Aksi Profit Taking, Bursa Asia Lesu Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular