
Mayoritas Mata Uang di Asia Bangkit, Rupiah Malah Lesu!

Jakarta, CNBC Indonesia -Â Kurs rupiah kembali terlibas dolar Amerika Serikat (AS) hingga pada pertengahan perdagangan Selasa (03/01/2023), di mana mayoritas mata uang di Asia sukses menguat.
Mengacu pada data Refinitiv, pada pembukaan perdagangan rupiah terkoreksi 0,1% ke Rp 15.580/US$. Namun, rupiah memangkas koreksinya menjadi hanya 0,03% ke Rp 15.575/US$ pada pukul 11:00 WIB.
Indeks dolar AS diprediksikan akan bergerak konsolidasi. Namun, nyatanya tidak dapat membuat Mata Uang Garuda melanjutkan relinya pada awal perdagangan tahun ini.
"Dolar kemungkinan akan berkonsolidasi karena aktivitas pasar secara bertahap meningkat minggu ini," kata Ahli Strategi Mata Uang di OCBC Bank di Singapura Christopher Wong dikutip Reuters.
Selain itu, pekan ini menjadi pekan penting bagi pasar global. Pada hari ini waktu setempat, akan dirilis angka manufaktur Desember 2022 dari S&P Global. Seperti diketahui, PMI AS pada November 2022 berada di 47,7, menandakan aktivitas bisnis terkontraksi karena di bawah angka 50.
Purchasing Managers Index atau PMI sendiri merupakan indikator bagi perekonomian suatu negara, sehingga ketika PMI terkontraksi bisa menunjukkan bahwa permintaan konsumen sedang melemah.
Pada Kamis 5 Januari 2023 juga akan dirilis Risalah pertemuan bank sentral AS/Federal Reserve pada Desember 2022 silam. Para pelaku pasar patut mencermati risalah tersebut. Pasalnya, risalah tersebut dapat mengindikasikan arah kebijakan moneter yang akan ditempuh oleh bank sentral yang paling powerful di dunia tersebut.
Di Asia, mayoritas mata uang sukses menguat, di mana yen Jepang berhasil menjadi pemimpin penguatannya sebesar 0,73%.
Di susul oleh baht Thailand dan ringgit Thailand menguat yang masing-masing sebesar 0,64% dan 0,34% di hadapan dolar AS.
Sementara, dolar Hong Kong dan rupiah melemah 0,06% dan 0,03%.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aaf/aaf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Habis Tenaga, Rupiah Lesu Di Saat Mata Uang Asia Menguat