
Mengecewakan, Bursa Asia Berakhir Merana di Akhir 2022

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik kembali ditutup terkoreksi pada perdagangan Kamis (29/12/2022). Investor kini akan memperhatikan kondisi pasar global tahun depan.
Hanya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang ditutup di zona hijau pada hari ini, yakni menguat 0,14% menjadi 6.860,077.
Sedangkan sisanya ditutup memerah. Indeks Nikkei 225 Jepang ditutup merosot 0,94% ke posisi 26.093,67, Hang Seng Hong Kong melemah 0,79% ke 19.741,14, Shanghai Composite China terkoreksi 0,44% ke 3.073,7, Straits Times Singapura terpangkas 0,54% ke 3.249,24, ASX 200 Australia tergelincir 0,94% ke 7.020,1, dan KOSPI Korea Selatan ambruk 1,93% menjadi 2.236,4.
Pada hari ini merupakan perdagangan terakhir di tahun 2022 bagi beberapa bursa di Asia-Pasifik, sebelum tahun baru 2023, sehingga tahun ini menjadi periode yang kurang menggembirakan bagi beberapa bursa Asia-Pasifik.
Dari Jepang, bank sentral (Bank of Japan/BoJ) mengumumkan dua putaran pembelian obligasi pemerintah Jepang yang tidak terjadwal dalam upaya untuk menahan tekanan ke atas pada imbal hasil (yield).
BoJ menawarkan untuk membeli surat berharga tenor dua dan lima tahun dalam jumlah tak terbatas dengan tingkat bunga tetap dan tawaran lain untuk membeli JPY 600 miliar (US$ 4,5 miliar) obligasi tenor satu sampai 10 tahun.
Ini merupakan tambahan dari pengumuman terbarunya untuk membeli JGB setiap hari kerja dengan tarif 0,5% mulai 20 Desember lalu.
Alhasil, yield obligasi pemerintah Jepang (JGB) tenor 10 tahun turun menjadi 0,22% pada hari ini.
Sebelumnya pada pekan lalu, BoJ memperluas batas toleransi kurva imbal hasil untuk JGB tenor 10 tahun menjadi 0,5% di kedua sisi.
Baik di Asia-Pasifik, Amerika Serikat (AS), maupun global, pelaku pasar kini tampaknya mulai merelakan kinerja saham yang buruk di sepanjang tahun 2022 dan lebih fokus pada 2023. Mereka pun mulai melupakan harapan adanya fenomena 'Santa Claus Rally' pada tahun ini.
Untuk diketahui, 'Santa Claus Rally' merupakan sebuah reli di pasar saham AS yang terjadi pada 5 perdagangan terakhir di bulan Desember hingga 2 hari perdagangan pertama di bulan Januari. Jadi seharusnya, 'Santa Claus Rally' terjadi pada pekan ini.
Namun, melihat pergerakan Wall Street di tahun 2022 yang tersisa 2 hari lagi dan sebelumnya masih terkoreksi, maka 'Santa Claus Rally' pun sepertinya tidak terjadi pada tahun ini.
Pada perdagangan Rabu kemarin, Wall Street kembali ditutup ambles. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup ambles 1,1%, S&P 500 ambrol 1,21%, dan Nasdaq Composite ambruk 1,35%.
Selain itu, investor akan mencari sinyal tentang perkembangan ekonomi dari data manufaktur versi Richmond Federal Reserve dan penjualan rumah yang tertunda pada Rabu pagi.
Pelaku pasar akan mencari angka yang dapat menandakan ekonomi sedang mendingin, yang mereka harap dapat menunjukkan kepada The Fed bahwa kenaikan suku bunga dapat terus diperlambat.
Dengan tiga hari perdagangan tersisa pada tahun 2022, pasar saham sudah bisa dipastikan bakal mencatatkan kinerja tahunan terburuk sejak 2008.
Indeks Nasdaq Composite yang menjadi cerminan saham-saham teknologi telah mencatatkan kinerja terburuk dari tiga indeks dengan kehilangan 33,8% nilai pasarnya tahun ini.
Hal tersebut terjadi karena investor cenderung melepas saham-saham growth di tengah meningkatnya kekhawatiran resesi.
Sementara itu indeks Dow Jones dan S&P 500 berada juga mencatatkan kinerja buruk dengan pelemahan masing-masing 8,5% dan 19,7% di tahun ini.
Meski ada kenaikan indeks saham pada 15 menit setelah lonceng pembukaan berbunyi, tetap saja apresiasinya tak bisa membalikkan nasib Wall Street yang terpuruk di tahun 2022.
Di lain sisi, kabar kurang menggembirakan juga datang setelah pemerintah AS mengatakan bahwa warga asing yang berasal dari China menggunakan pesawat akan diwajibkan menunjukkan hasil negatif tes Covid-19.
Aturan tersebut mulai berlaku pada 5 Januari dan berlaku untuk semua pelancong yang berusia minimal dua tahun dari China, Hong Kong, dan Makau. Aturan tersebut berlaku terlepas dari kewarganegaraan atau status vaksinasi.
Setelah mencoba kebijakan nol Covid lebih lama dari negara-negara besar lainnya, China sekarang mengalami gelombang infeksi setelah membatalkan pembatasan kesehatan masyarakatnya dalam beberapa pekan terakhir.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Investor Masih Lakukan Aksi Profit Taking, Bursa Asia Lesu Lagi
