
Hiraukan 'Badai' Jepang, Bursa Asia Tetap Menghijau

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik dibuka cenderungĀ menguat pada perdagangan Rabu (21/12/2022), di tengah rebound-nya bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street pada perdagangan Selasa kemarin waktu setempat.
Hanya indeks Nikkei Jepang yang masih dibuka di zona merah pada hari ini, yakni melemah 0,71%.
Sedangkan sisanya dibuka di zona hijau. Indeks Hang Seng Hong Kong dibuka menguat 0,69%, Shanghai Composite China bertambah 0,2%, Straits Times Singapura naik 0,13%, ASX 200 Australia melesat 1,52%, dan KOSPI Korea Selatan terapresiasi 0,56%.
Dari Jepang, indeks Nikkei kembali terkoreksi karena pasar masih mencerna sikap bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ) yang merubah sedikit kebijakan moneternya.
Kemarin, BoJ memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunga acuannya di level -0,1% pada hari ini. Tetapi, kebijakan yield curve control (YCC) diperlebar menjadi 50 basis poin (bp) dari sebelumnya 25 bp.
YCC merupakan kebijakan BoJ yang menahan yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun dekat dengan 0%. Ketika yield mulai menjauhi 0%, maka BoJ akan melakukan pembelian obligasi.
Pembelian tersebut artinya BoJ menyuntikkan likuiditas ke perekonomian.
Kini dengan YCC diperlebar menjadi 50 bp, kebijakan BoJ menjadi lebih fleksibel, likuiditas yang disuntikkan ke perekonomian menjadi lebih kecil.
Pasar sebenarnya melihat BoJ belum akan merubah kebijakannya hingga Maret 2023.
Jika benar BoJ akan bertindak agresif ke depannya, maka era suku bunga rendah resmi berakhir di Jepang.
Sekali lagi semakin tinggi suku bunga, maka risiko resesi semakin besar. BoJ pun bakal menambah derita dunia yang diramal mengalami resesi tahun depan. Semua demi meredam inflasi.
Sementara itu dari Australia, Menteri Luar Negeri, Penny Wong dijadwalkan untuk bertemu dengan rekannya dari China, Wang Yi di Beijing di kemudian hari.
Wong mengatakan kepada wartawan sebelum berangkat untuk perjalanan bahwa dia akan mendorong China untuk mencabut sanksi perdagangan dan mencari akses konsuler ke dua warga Australia yang ditahan.
Bursa Asia-Pasifik yang cenderungĀ menguat terjadi di tengah rebound tipis bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street kemarin.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup menguat 0,28%, S&P 500 terapresiasi 0,11%, dan Nasdaq Composite naik tipis 0,01%.
Kenaikan suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang masih akan berlanjut di awal tahun depan memberikan sentimen negatif ke pasar saham.
Tidak hanya The Fed, bank sentral lainnya juga melakukan hal yang sama.
"Lebih dari 90% bank sentral sudah menaikkan suku bunga di tahun ini, upaya (untuk menurunkan inflasi) ini belum pernah terjadi sebelumnya," kata Lawrence Gillum, fixed income strategist di LPL Financial.
Tetapi menurut Gillum, kabar baiknya periode kenaikan suku bunga tersebut sebentar lagi akan berakhir. Artinya, suku bunga tinggi akan segera mencapai puncaknya.
Semakin tinggi suku bunga, maka inflasi bisa diturunkan. Tetapi pertumbuhan ekonomi yang dikorbankan.
Dengan banyaknya bank sentral mengerek suku bunga, maka dunia terancam mengalami resesi di tahun depan.
Resesi sepertinya hampir pasti terjadi, tetapi seberapa parah itu yang belum diketahui.
Inggris menjadi salah satu yang diprediksi mengalami resesi yang panjang. Tidak hanya itu, Confederation of British Industri (CBI) Inggris memperkirakan Inggris akan mengalami "dasawarsa yang hilang" atau "lost decade".
Jepang pernah mengalaminya, di mana pertumbuhan ekonominya sangat rendah hingga negatif pada periode 1991 - 2000.
"Kita akan melihat dasawarsa yang hilang jika tidak ada langkah yang diambil,"kata Tony Danker, Direktur Jenderal CBI sebagaimana dilansir CNN Business, Rabu (5/12/2022).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Investor Masih Lakukan Aksi Profit Taking, Bursa Asia Lesu Lagi
