
Mimpi RI Punya Bank 'Besar' & Bunga Kredit Tak Mencekik

Jakarta, CNBC Indonesia - Perbankan menjadi salah satu fokus dalam Rancangan Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK). Ada mimpi Indonesia memiliki bank besar dan bunga kredit yang ramah di kantong.
RUU PPSK telah melewati serangkaian proses pembahasan antara pemerintah dan DPR serta mendengar masukan dari berbagai pihak hingga pekan lalu disepakati dalam Sidang Paripurna DPR.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu saat berbincang secara khusus dengan CNBC Indonesia, Senin (19/12/2022) menuturkan bahwa perbankan nasional akan memulai tahapan konsolidasi ke depannya.
Diawali dengan penyusunan peta jalan atau roadmap oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). "OJK kita harapkan akan memiliki roadmap tentang konsolidasi ini," ungkapnya.
Indonesia memiliki banyak bank akan tetapi aset yang dimiliki sangat rendah. Data dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjukkan aset bank hanya 59,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, Sementara Malaysia 198,6%, Filipina 99,2%, Singapura 572,1% dan Thailand 146,6%.
Perbankan yang mendominasi sektor keuangan memiliki sederet persoalan. Adalah Overhead cost dan Net Interest Margin (NIM) perbankan Indonesia masih tinggi dibandingkan negara-negara di kawasan yang menunjukkan efisiensi intermediasi yang lebih rendah.
Tingginya overhead cost dan inefisiensi intermediasi. menyebabkan tingkat suku bunga pinjaman yang lebih tinggi, yang berkontribusi pada ekonomi berbiaya tinggi.
![]() Data rata-rata tingkat suku bunga pinjaman bank. (Dok. Kemenkeu) |
Peta jalan akan memuat indikator untuk mencapai tujuan tersebut. "Misalnya menurunkan tingkat suku bunga seperti saat ini, by 100 bps atau 200 bps dalam beberapa tahun," jelas Febrio.
Tingkat suku bunga kredit di dalam negeri rata-rata 8,59%. Sementara negara tetangga hanya berkisar 3-5%.
Penurunan bunga kredit, apalagi setara dengan negara tetangga tidak bisa terjadi dalam waktu instan. Ada beberapa faktor yang menjadi pertimbangan. Pertama stabilitas perekonomian.
"Kalau perekonomiannya stabil, itu akan membuat ketidakpastian itu relatif rendah, investasi lebih tinggi pertumbuhannya, itu cenderung akan mengakibatkan aliran modal ke perekonomian semakin banyak. Berarti bunganya akan cenderung turun," paparnya.
Kemudian yang kedua adalah inflasi. Semakin rendah dan stabil pergerakan inflasi, maka akan memberikan andil dalam penetapan suku bunga.
![]() Data rata-rata tingkat suku bunga pinjaman bank. (Dok. Kemenkeu) |
Ketiga efisiensi sektor keuangan. "Kita ingin melihat efisiensi terjadi, maka konteksnya konsolidasi. Semakin dia konsolidatif, semakin dia akan menghemat biaya dan mengurangi inefisiensi," terang Febrio.
Kehadiran bank digital, menurut Febrio akan memberikan andil besar dalam penurunan bunga kredit. Bank digital tidak memiliki banyak aset namun jaringan kuat melalui pengolahan data dari nasabah, sehingga biaya operasional lebih rendah.
Rendahnya bunga kredit diharapkan dapat membantu penyaluran kredit yang lebih cepat.
"Sehingga dengan efisiensi yang terjadi, kita bisa melihat dampaknya terhadap penyaluran kredit itu bisa lebih banyak dan dengan biaya yang lebih murah," pungkasnya.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kelimpahan Tugas Jamin Polis Asuransi, Nama LPS Diganti?