BI Diramal Kerek Suku Bunga 25 Bps, Rupiah Sulit Menguat

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
19 December 2022 15:13
Petugas menghitung uang  dolar di tempat penukaran uang Dolarindo, Melawai, Blok M, Jakarta, Senin, (7/11/ 2022)
Foto: Ilustrasi Dolar dan Rupiah. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah berakhir stagnan melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (19/12/2022). perhatian tertuju pada pengumuman kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) pekan ini.

Melansir data Refinitiv, rupiah menutup perdagangan di Rp 15.595/US$, sama dengan posisi Jumat pekan lalu.

Tekanan bagi besar bagi pasar finansial datang dari eksternal, di mana beberapa bank sentral utama mengumumkan kenaikan suku bunga pada Kamis (15/12/2022).

Ada bank sentral AS (The Fed), Eropa (ECB), Inggris (BoE) dan Swiss (SNB) yang kompak menaikkan 50 basis poin.

The Fed tentunya menjadi yang paling berpengaruh. Sebagai bank sentral paling powerful di dunia, kebijakan moneter The Fed memicu volatilitas di pasar finansial.

The Fed memang menaikkan suku bunga lebih rendah dari sebelumnya yakni 75 basis poin 4 kali berturut-turut, tetapi memproyeksikan suku bunga ke depannya berada di kisaran 5% - 5,25% dan akan dipertahankan hingga 2024.

Artinya, higher for longer. Bank sentral lainnya pun sama, tetap berkomitmen menaikkan suku bunga sampai inflasi menurun.

Alhasil, ancaman dunia resesi tahun depan kian nyata dan semakin dekat. Sentimen pelaku pasar pun memburuk, Wall Street (bursa saham AS) pun terus merosot setelah pengumuman tersebut. Rupiah yang merupakan aset emerging market menjadi tertekan.

Di pekan ini perhatian utama tertuju kepada BI yang akan mengumumkan kebijakan moneter pada Kamis (22/12/2022). BI sebelumnya juga bertindak agresif dengan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin sebanyak tiga kali menjadi 5,25%.

Langkah BI tersebut cukup ampuh untuk menarik dana investor asing masuk lagi ke pasar obligasi.

Jika BI kembali menaikkan 50 basis poin, sehingga suku bunga BI 7-Day Reverse Repo Rate menjadi 5,75%, ada peluang investor asing akan kembali memborong SBN, dan bisa menjadi sentimen positif bagi pasar finansial RI.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), capital outflow di pasar SBN sempat lebih dari Rp 170 triliun.

Namun, belakangan kondisi membaik, sejak November hingga 9 Desember ada capital inflow sekitar Rp 43 triliun.

Dengan investor asing yang mulai memborong lagi SBN sejak November, capital outflow yang terjadi pada tahun ini terus terpangkas menjadi Rp 135 triliun.

Jika capital inflow terus berlanjut, rupiah tentunya bisa lebih bertenaga dan berpeluang menguat.

Namun masalahnya BI diperkirakan juga akan mengendur. Hasil survei Reuters menunjukkan BI diprediksi menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin. Bagaimana reaksi pasar, khususnya investor asing merespon kenaikan tersebut bisa jadi akan mempengaruhi pergerakan rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular