
Rupiah Loyo Lagi Sih, Tapi Mata Uang Ini Lebih Parah!
![[THUMBNAIL] RUPIAH MELEMAH](https://awsimages.detik.net.id/visual/2018/08/31/94a82c21-12e5-43c5-902a-aba30dc323e0_169.jpeg?w=900&q=80)
Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs rupiah kembali tertekan di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pada pertengahan perdagangan Kamis (15/12/2022), setelah bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 bps.
Mengacu pada data Refinitiv, pada pembukaan perdagangan rupiah terkoreksi 0,1% ke Rp 15.605/US$. Kemudian, rupiah terkoreksi lebih dalam menjadi 0,23% ke Rp 15.626/US$ pada pukul 11:00 WIB.
Pada dini hari waktu Indonesia, Fed mengumumkan untuk kembali menaikkan suku bunga acuannya sebesar 50 bps, meski sesuai dengan ekspektasi para pelaku pasar tapi membuat pasar kembali cemas terhadap pernyataan The Fed yang mengindikasikan perlu lebih banyak data yang diperlukan sebelum The Fed mengubah sikap hawkish-nya dan pandangannya tentang inflasi secara signifikan.
Anggota The Fed memperkirakan kenaikan suku bunga hingga mencapai tingkat rata-rata 5,1% tahun depan, setara dengan kisaran target 5% - 5,25%. Pada saat itu, para pejabat cenderung berhenti sejenak untuk membiarkan dampak pengetatan kebijakan moneter menembus perekonomian.
Konsensus kemudian menunjuk ke penurunan suku bunga senilai poin persentase penuh pada tahun 2024, menjadikan suku bunga dana menjadi 4,1% pada akhir tahun itu. Itu diikuti oleh persentase poin pemotongan lainnya pada tahun 2025 ke tingkat 3,1%, sebelum patokan tersebut menetap di tingkat netral jangka panjang sebesar 2,5%.
Dari Tanah Air, berita baik terus bermunculan untuk menutup tahun ini. Salah satunya dari Bank Indonesia (BI) yang mengumumkan bahwa Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia kembali turun pada periode Oktober 2022, menjadi tersisa US$ 390,2 miliar atau lebih rendah dari bulan sebelumnya US$ 395.2 miliar.
Perkembangan tersebut disebabkan oleh penurunan ULN sektor publik (Pemerintah dan Bank Sentral) maupun sektor swasta. Secara tahunan, posisi ULN Oktober 2022 mengalami kontraksi sebesar 7,6% (yoy), lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi pada bulan sebelumnya yang sebesar 6,8% (yoy).
Tentu, hal tersebut menjadi berita baik sebab beban perekonomian Tanah Air menjadi lebih ringan, di tengah ketidakpastian ekonomi dan fenomena 'strong dollar'.
Selain itu, Badan Pusat Statistik (BPS) juga mengumumkan neraca perdagangan Indonesia kembali mencetak surplus pada November 2022 senilai US$ 5,16 miliar.
Ekspor Indonesia alami kenaikan 5,58% secara year on year (yoy) menjadi US$ 24,12 miliar. Sementara secara bulanan ada penurunan 2,46%. Sementara impor Indonesia mencapai US$ 18,96 miliar, atau turun 1,89% dibandingkan tahun lalu (yoy) dan turun 0,91% dibandingkan bulan sebelumnya.
Dengan begitu, Indonesia sukses membukukan surplus selama 31 bulan beruntun.
Di Asia, semua mata uang juga ambruk di hadapan si greenback. Hal tersebut mengindikasikan bahwa para investor kembali beralih pada mata uang safe haven karena cemas akan perekonomian global.
Baht Thailand dan ringgit Malaysia terkoreksi paling tajam yang masing-masing sebesar 0,7% dan 0,36%.
Kemudian disusul oleh dolar Taiwan dan yuan China yang terdepresiasi sebesar 0,3% dan 0,26% terhadap dolar AS.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aaf/aaf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bye Dolar! Rupiah Mengangkasa Pekan Ini