Cerahnya Cuma Sebentar, Bursa Asia Dibuka Kebakaran Lagi
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik dibuka memerah pada perdagangan Jumat (23/12/2022), menyusul kembali bursa Amerika Serikat (AS), Wall Street yang juga kembali ambles kemarin dan investor juga tengah memantau serangkaian rilis data ekonomi di kawasan Asia-Pasifik, terutama data inflasi terbaru di Jepang
Indeks Nikkei 225 Jepang dibuka ambles 1,15%, Hang Seng Hong Kong ambrol 1,51%, Shanghai Composite China melemah 0,51%, Straits Times Singapura terkoreksi 0,41%, ASX 200 Australia merosot 0,92%, dan KOSPI Korea Selatan tergelincir 1,31%.
Dari Jepang, teror inflasi yang naik juga menghantui. Dalam update terbaru, inflasi pada periode November 2022 tercatat memecahkan rekor.
Inflasi berdasarkan consumer price index (PPI) atau Indeks Harga Konsumen (IHK) Jepang pada bulan lalu naik menjadi 3,8% secara tahunan (year-on-year/yoy), dari sebelumnya sebesar 3,7% pada Oktober lalu.
Angka ini menjadi yang tertinggi sejak Januari 1991, di tengah tingginya harga komoditas mentah impor dan pelemahan yen yang terus berlanjut.
Sedangkan, IHK inti, yang mengecualikan komponen volatil seperti makanan dan energi, juga naik 3,7% (yoy), menjadi yang tertinggi sejak Desember 1981.
Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dan bank sentral lainnya telah menaikkan suku bunga secara tajam tahun ini untuk mengatasi inflasi. Tetapi, Jepang telah melawan arus dan terus mempertahankan suku bunga pada tingkat yang sangat rendah ketika mencoba untuk memulai ekonominya.
Bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ) mengatakan bahwa kenaikan harga baru-baru ini masih terjadi sementara. Jadi, belum ada alasan BoJ untuk mengubah sikap dovish-nya.
"Indeks kemungkinan akan naik lebih lanjut, mendekati atau berpotensi naik di atas 4% pada Desember," kata Koya Miyae, ekonom senior SMBC Nikko Securities, dikutip AFP.
"Tapi IHK inti akan tetap di atas 2% tahun depan, sedangkan laju kenaikan upah tidak mengejar inflasi," tambahnya.
Meski secara tahunan mengalami kenaikan, tetapi secara bulanan (month-to-month/mtm), IHK Negeri Sakura terpantau menurun menjadi 0,3% pada bulan lalu, dari sebelumnya sebesar 0,6% pada Oktober lalu.
Bursa Asia-Pasifik yang cenderung melemah terjadi di tengah amblesnya lagi bursa saham AS, Wall Street kemarin. Laporan laba rugi perusahaan yang apik serta rilis data ekonomi hanya mendongkrak Wall Street sementara saja.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup ambles 1,05%, S&P 500 ambrol 1,44%, dan Nasdaq Composite ambruk 2,18%.
Bank sentral di berbagai negara, termasuk The Fed sudah menegaskan jika suku bunga akan terus dinaikkan hingga tahun depan. Semakin tinggi suku bunga maka risiko resesi akan semakin besar.
Rabu lalu, laporan laba Nike dan FedEx yang lebih tinggi dari estimasi membuat sentimen pelaku pasar membaik. Kemarin sebaliknya, laba CarMax, perusahaan ritel mobil bekas dan Micron Technology melaporkan laba dan pendapatan yang mengecewakan.
Sementara itu, data ekonomi yang dirilis menunjukkan klaim tunjangan pengangguran di AS naik 2.000 orang pada pekan yang berakhir 17 Desember, menjadi 216.000 orang.
Meski mengalami kenaikan dari pekan sebelumnya, tetapi masih di bawah ekspektasi Dow Jones sebanyak 220.000 orang.
Kondisi pasar tenaga kerja AS memang tengah menjadi soroton. Data-data menunjukkan cukup kuat, tetapi pemutusan hubungan kerja massal (PHK) terus terjadi.
PHK tersebut terjadi akibat risiko resesi dan diperkirakan masih akan berlanjut tahun depan.
"Kabar buruknya di 2023, proses pengetatan moneter akan menunjukkan dampaknya ke ekonomi," kata Savita Subramanian, ekonom Bank of America, sebagaimana dilansir dari Business Insider.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)