Rupiah Menguat Tajam Sehari Menjelang "Super Thursday"

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Rabu, 14/12/2022 15:21 WIB
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sukses menghentikan pelemahan 2 hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (14/12/2022). Inflasi di Amerika Serikat yang melandai membuat rupiah mampu melesat, tetapi pasar juga menanti pengumuman suku bunga The Fed (bank sentral AS) Kamis dini hari waktu Indonesia.

Tidak hanya The Fed, ada bank sentral Swiss (Swiss National Bank/SBN), bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) dan bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB), sehingga disebut "Super Thursday". Pengumuman suku bunga bank sentral tersebut akan berdampak pada pasar finansial global, termasuk Indonesia

Melansir data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan pasar spot di Rp 15.595/US$, menguat 0,42%.


Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) di Amerika Serikat tumbuh 7,1% year-on-year (yoy) pada November, jauh lebih rendah dari bulan sebelumnya 7,7% (yoy). Bahkan, rilis tersebut lebih rendah dari hasil polling Reuters terhadap para ekonom yang memperkirakan 7,3%.

Pasar kini melihat The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin menjadi 4,25% - 4,5% dengan probabilitas sebesar 83%, berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group. Probabilitas tersebut naik dari 73% sebelum rilis data inflasi.

Ekspektasi The Fed akan mengendur sempat membuat rupiah menguat tajam di awal Desember.

Jika The Fed benar mengendurnya laju kenaikan suku bunga, dan jika diimbangi dengan kenaikan oleh Bank Indonesia (BI), maka selisiih imbal hasil (yield) obligasi AS dan Indonesia bisa jadi tidak akan menyempit lagi. Hal ini tentunya menarik kembali minta investor asing, apalagi di tahun depan Indonesia menjadi salah satu dari sedikit negara yang akan terlepas dari resesi.

Saat capital inflow terus terjadi di pasar obligasi, pelan-pelan rupiah tentunya bisa menguat kembali. Sejak November lalu, investor asing mulai masuk kembali ke pasar obligasi sekunder.

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) sepanjang November terjadi inflow di pasar sekunder obligasi sebesar Rp 23,7 triliun.

Inflow tersebut menjadi yang terbesar di tahun ini. Tercatat sejak awal tahun, inflow hanya terjadi pada Februari dan Agustus saja.

Pada Desember, hingga tanggal 9 total inflow sudah sebesar Rp 19,3 triliun, berdasarkan data DJPPR. Sehingga sejak November total inflow di pasar Surat Berharga Negara (SBN)tercatat sekitar Rp 43 triliun.

Sepanjang tahun ini investor asing yang menjual SBN secara masif menjadi salah satu penyebab jebloknya nilai tukar rupiah.

Dengan investor asing yang mulai memborong lagi SBN sejak November, capital outflow yang terjadi pada tahun ini terus terpangkas menjadi Rp 135 triliun.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Bikin Rupiah Anjlok, Tembus Rp 16.400-an per Dolar AS