Investor Gak Kompak, Bursa Asia Dibuka Bervariasi

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
Kamis, 08/12/2022 08:59 WIB
Foto: Bursa Asia (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik dibuka cenderung bervariasi pada perdagangan Kamis (8/12/2022), di tengah meningkatnya kekhawatiran resesi yang dapat membebani pasar pada hari ini.

Indeks Hang Seng Hong Kong dibuka melesat 0,8%, Straits Times Singapura menguat 0,53%, dan KOSPI Korea Selatan naik 0,17%.

Sedangkan untuk indeks Nikkei 225 Jepang dibuka melemah 0,23%, Shanghai Composite China terkoreksi 0,11%, dan ASX 200 Australia terpangkas 0,43%.


Dari Jepang, ekonominya dilaporkan menyusut pada kuartal III-2022. Data ekonomi yang tergambarkan pada Produk Domestik Bruto (PDB) final Jepang periode kuartal III-2022 dilaporkan turun 0,8%, lebih lambat dari perkiraan awal kontraksi 1,2%, berdasarkan data pemerintah yang direvisi.

Angka revisi untuk PDB yang dirilis oleh Kantor Kabinet Jepang masih lebih baik dibandingkan dengan perkiraan median ekonom dalam survei Reuters yang memperkirakan penurunan 1,1%.

Pada basis kuartalan (quarter-to-quarter/qtq), PDB Jepang berkontraksi 0,2%, dibandingkan dengan pembacaan awal untuk kontraksi 0,3% dan perkiraan median untuk tingkat penurunan yang sama.

Jepang juga melaporkan defisit JPY 64,1 miliar (US$ 469,3 juta) dalam neraca berjalan yang belum disesuaikan. Pembacaan secara signifikan meleset dari perkiraan pasar dalam polling Reuters yang memperkirakan surplus JPY 623,4 miliar.

Di lain sisi, bursa Asia-Pasifik yang cenderung bervariasi terjadi di tengah kembali kurang bergairahnya bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street pada perdagangan Rabu kemarin.

Indeks S&P 500 turun 0,19%, sedangkan Nasdaq Composite melemah 0,51%. Namun, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) terpantau naik tipis-tipis 1,582 poin.

Mayoritas indeks kembali melemah di tengah meningkatnya kekhawatiran resesi di AS serta global. Masih kencangnya data PMI sektor jasa dan non-farm payroll membuat pelaku pasar AS pesimis jika bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) akan segera mengendurkan laju kenaikan suku bunganya.

Dengan data PMI sektor jasa dan non-farm payroll yang masih kencang, maka inflasi diperkirakan masih tinggi ke depan, sehingga harapan The Fed diproyeksi masih akan memperpanjang kebijakan moneter ketatnya. Kondisi ini dikhawatirkan membawa AS ke jurang resesi.

Namun, data dari permintaan kredit rumah menunjukkan permintaan yang semakin turun. Data Mortgage Bankers Association menunjukkan permohonan kredit rumah turun 1,8% pada pekan lalu dibandingkan pekan sebelumnya. Penurunan ini menjadi sinyal jika kebijakan agresif The Fed sudah mulai membuat ekonomi AS melambat.

Seperti diketahui, The Fed telah mengerek suku bunga acuan sebesar 375 basis poin (bp) menjadi 3,75-4,0% pada tahun ini.

Pelaku pasar kini menunggu data inflasi di AS yang akan keluar pada Selasa pekan depan atau sehari sebelum The Fed menggelar rapat Federal Open Market Committee (FOMC).

"Jelas sekali terlihat perlambatan ekonomi. Itu tidak perlu dipertanyakan lagi. Kami memperkirakan ekonomi memang akan melemah pada tahun ini," tutur CEO Wells Fargo, Charlie Scharf, dikutip dari CNBC International.

Scharf memperkirakan AS akan terseret ke jurang resesi pada 2023. CEO Bank of America, Brian Moynihan memperkirakan ekonomi AS akan terkontraksi pada kuartal I-III tahun depan sebelum tumbuh positif pada kuartal IV-2022.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Bursa Asia Anjlok Usai Trump Umumkan Tarif Impor Jepang-Korsel