Pasar Khawatir The Fed Agresif Lagi, Bursa Asia Dibuka Loyo
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik dibuka cenderung melemah pada perdagangan Selasa (6/12/2022), di tengah kekhawatiran bahwa bank sentral Amerika Serikat (AS) akan terus menaikkan suku bunga acuannya hingga awal tahun depan, meski lajunya akan diperlambat.
Indeks Nikkei 225 Jepang dibuka melemah 0,4%, Hang Seng Hong Kong ambles 1,56%, Shanghai Composite China terkoreksi 0,49%, Straits Times Singapura terpangkas 0,46%, ASX 200 Australia terdepresiasi 0,28%, dan KOSPI Korea Selatan merosot 1,01%.
Dari Australia, bank sentral (Reserve Bank of Australia/RBA) akan mengumumkan kebijakan suku bunga acuan terbarunya pada hari ini. Ekonom memperkirakan RBA akan kembali menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bp) menjadi 3,1%.
Itu akan menjadi kenaikan suku bunga RBA kedelapan kalinya pada tahun ini dan kenaikan ketiga berturut-turut sebesar 25 bp sejak Oktober lalu.
Dalam sebuah pernyataan setelah pertemuan November, RBA mengatakan "efek penuh" dari serangkaian kenaikan suku bunga ada di depan, menandakan bahwa kenaikan suku bunga RBA sepertinya masih belum berhenti hingga tahun depan.
Menurut Matt Simpson, analis pasar senior di City Index, mengatakan ada potensi jeda kenaikan suku bunga RBA lebih jauh ke depan.
"Kasus untuk jeda pasti dibangun. Beberapa ukuran ekspektasi inflasi bergerak lebih rendah, dan data inflasi bulanan yang sudah dilaporkan menunjukkan bahwa tingkat inflasi telah mencapai puncaknya," kata Simpson, dikutip dari CNBC International.
Namun, inflasi di Australia tetap jauh di atas target RBA antara 2% dan 3%, meskipun sedikit berkurang pada Oktober lalu, menurut indikator harga konsumen bulanan RBA.
Sementara itu di China, perdagangan pasar keuangan hari ini akan diberhentikan sementara selama tiga menit, sebagai bentuk duka atas mantan Presiden China, Jiang Zemin yang meninggal pekan lalu, menurut pemberitahuan di situs web bank sentral China (People Bank of China/PBoC).
Di lain sisi, bursa Asia-Pasifik yang cenderung melemah pada hari ini menyusul koreksinya bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street pada perdagangan Senin kemarin.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup ambles 1,4%, S&P 500 ambrol 1,79%, dan Nasdaq Composite ambruk 1,93%.
Investor kembali khawatir karena bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) diprediksi masih akan agresif, meski sebelumnya mereka mengindikasikan bahwa laju kenaikan suku bunga akan diperlambat.
Hal ini karena data aktivitas jasa dan data tenaga kerja di AS masih cukup kuat, sehingga menjadi acuan bahwa The Fed bisa saja kembali agresif.
Survei Supply Management (ISM) menunjukkan PMI sektor jasa melompak ke 56,5 pada November 2022. Nilai tersebut jauh di atas ekspektasi pasar yang hanya memperkirakan 53,3 ataupun 54,4 yang tercatat pada Oktober 2022.
Sebanyak 13 sektor jasa di AS tumbuh pesat, termasuk sektor konstruksi, kesehatan, dan perdagangan eceran. Tiga sektor terkontraksi yakni informasi, managemen perusahaan dan sektor jasa pendukung.
Lonjakan PMI sektor jasa ini menunjukkan aktivitas ekonomi AS masih kencang sehingga inflasi terancam masih tinggi. Kondisi ini tentu saja tidak diinginkan pelaku pasar karena bisa membuat The Fed mempertahankan kebijakan agresifnya.
"Kenaikan PMI sektor jasa jelas menjadi kabar baik bagi outlook eprtumbuhan ekonomi. Namun, itu bukan kabar baik bagi The Fed yang tengah berusaha menekan permintaan dan memerangi inflasi," tutur ekonom BMO Capital Markets Priscilla Thiagamoorthy, dikutip dari Reuters.
Sehari sebelumnya, data tenaga kerja non-pertanian (non-farm payroll/NFP) juga menunjukan hasil yang di luar ekspektasi pasar.
AS melaporkan tambahan tenaga kerja mencapai 263.000 pada November 2022. Angka ini lebih tinggi dibandingkan ekspektasi pasar yakni 200.000.
Membaiknya dua data tersebut bisa membuat The Fed berbalik arah. Pelonggaran kebijakan moneter yang diharapkan pelaku pasar juga makin jauh.
Seperti diketahui, Chairman The Fed, Jerome Powell pekan lalu mengisyaratkan untuk menaikkan kebijakan suku bunga secara moderat. Pelaku pasar pun meyakini jika The Fed hanya akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin (bp) pada 14-15 Desember mendatang.
The Fed sudah menaikkan suku bunga acuan sebesar 375 bp menjadi 3,75-4,0% pada tahun ini, termasuk kenaikan sebesar 75 bp masing-masing pada empat pertemuan terakhir.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)