
Awal Pekan Investor Buru SBN, Yield-nya Menurun

Jakarta, CNBCÂ Indonesia - Harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup cenderung beragam pada perdagangan Senin (28/11/2022), di tengah kekhawatiran pasar akan potensi melambatnya ekonomi China akibat kondisi pandemi Covid-19.
Mayoritas investor memburu SBN pada hari ini, ditandai dengan turunnya imbal hasil (yield). Kecuali SBN Tenor 15 dan 20 tahun yang cenderung dilepas oleh investor, ditandai dengan naiknya yield.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 15 tahun naik 1,2 basis poin (bp) ke posisi 6,946. Sedangkan untuk yield SBN berjangka waktu 20 tahun meningkat 1,4 bp menjadi 7,124%.
Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan (benchmark) turun 0,7 bp menjadi 6,947%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Investor mengamati perkembangan pandemi Covid-19 di China, di mana saat ini ketegangan terjadi karena banyak masyarakat melakukan aksi penolakan terhadap kebijakan pengetatan wilayah (lockdown) secara ketat oleh pemerintah China.
Kebijakan lockdown secara ketat yang masih diberlakukan di China membuat masyarakat geram dan melakukan demonstrasi besar-besaran di seluruh China dari Minggu malam waktu setempat hingga kini.
Gelombang protes sipil belum pernah terjadi sebelumnya di China daratan sejak Presiden Xi Jinping mengambil alih kekuasaan satu dekade lalu. Kini. warga diselimuti rasa frustrasi atas kebijakan nol-Covid dari Xi Jinping 3 tahun setelah pandemi merebak.
Bahkan, beberapa pengunjuk rasa bahkan menuntut pengunduran diri Presiden China Xi Jinping.
Hal ini membuat investor khawatir bahwa ketegangan tersebut akan berdampak kepada ekonomi China. Maklum saja, China merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di dunia, saat kerusuhan terjadi dan berdampak pada roda bisnis, maka negara lain akan terkena dampaknya.
"Sentimen telah berubah menjadi masam ketika kerusuhan di seluruh China tumbuh," kata Stephen Innes dari SPI Asset Management, dikutip dari AFP.
Namun dengan memburuknya sentimen pasar pada hari ini seharusnya menjadi pendorong bagi investor untuk kembali memburu pasar obligasi pemerintah, karena sifatnya sebagai aset safe haven.
Sementara itu dari Amerika Serikat (AS), yield obligasi pemerintah (US Treasury) juga cenderung melandai pada hari ini waktu AS.
Dilansir dari CNBC International, yield Treasury berjangka pendek yakni tenor 2 tahun turun 2,4 bp ke posisi 4,455%. Sedangkan yield Treasury benchmark tenor 10 tahun melandai 2,6 bp menjadi 3,676%.
Serangkaian data pasar tenaga kerja utama akan dirilis pada pekan ini, termasuk angka penggajian swasta versi ADP dan lowongan pekerjaan JOLTS pada Rabu mendatang, serta data penggajian dan pengangguran non-pertanian pada Jumat mendatang.
Karena pasar tenaga kerja yang ketat secara historis dikaitkan dengan inflasi yang tinggi, data tersebut dapat memberikan petunjuk tentang dampak kenaikan suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dan rencana kebijakan moneternya lainnya.
Risalah dari pertemuan The Fed edisi November yang dirilis pekan lalu menunjukkan bahwa bank sentral akan terus menaikkan suku bunga dalam beberapa bulan mendatang, tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat.
Kekhawatiran tentang kecepatan kenaikan suku bunga menyeret ekonomi AS ke dalam resesi telah menyebar di kalangan investor.
Oleh karena itu, mereka juga akan mencari rilis data ekonomi tambahan yang dijadwalkan untuk minggu ini, seperti indeks pengeluaran pribadi (personal consumption expenditure/PCE), sebagai petunjuk tentang dampak inflasi tinggi dan suku bunga pada konsumen.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi