The Fed Sudah Mau Mengendur, Rupiah Bisa Lari Kencang?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Kamis, 24/11/2022 08:38 WIB
Foto: Ilustrasi Dolar dan Rupiah. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sukses menguat 2 hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) Rabu kemarin, meski pengutannya masih tipis-tipis saja. Berdasarkan data Refinitiv, rupiah menguat 0,06% ke Rp 15.685/US$, hari sebelumnya sebesar 0,1% saja.

Rupiah berpeluang menguat lagi pada perdagangan Jumat (24/11/2022), merespon risalah rapat kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed) dini hari tadi.

Dalam rilis risalah tersebut para pejabat The Fed sepakat untuk segera mengendurkan laju kenaikan suku bunga.


"Mayoritas partisipan menilai pelambatan laju kenaikan suku bunga akan tepat jika segera dilakukan," tulis risalah tersebut, sebagaimana dilansir CNBC Intrnational, Kamis (24/11/2022).

Bank sentral paling powerful di dunia ini akan kembali mengadakan rapat kebijakan moneter pada pertengahan Desember mendatang. Pasar melihat The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin menjadi 4,25% - 4,5% dengan probabilitas sebesar 68%, berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group.

Seperti diketahui, The Fed sebelumnya sudah menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin empat kali beruntun hingga suku bunga saat ini menjadi 3,75% - 4%.

Risalah tersebut juga menunjukkan dengan kenaikan suku bunga yang lebih kecil, para pejabat The Fed bisa mengevaluasi dampak dari kenaikan agresif sebelumnya.

Secara teknikal, area Rp 15.450/US$ terbukti menjadi support kuat yang menahan penguatan rupiah yang disimbolkan USD/IDR.

Ketika menguat Jumat (11/11/2022) lalu, rupiah hanya mampu menguji saja, dan gagal melewatinya. Setelahnya rupiah berbalik merosot 5 hari beruntun pada pekan lalu

Grafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Foto: Refinitiv

Level tersebut merupakan merupakan Fibonacci Retracement 38,2% dan menjadi 'gerbang keterpurukan' bagi rupiah, selama tertahan di atasnya.

Fibonacci Retracement tersebut ditarik dari titik terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi 23 Maret 2020 di Rp 16.620/US$.

Rupiah sebelumnya terus tertekan sejak menembus ke atas rerata pergerakan 50 hari (moving average 50/MA50).

Indikator Stochastic pada grafik harian kembali masuk wilayah jenuh beli (overbought).

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

Foto: Rupiah 1 Jam
Foto: Refinitiv

Stochastic pada grafik 1 jam, yang digunakan untuk memproyeksikan pergerakan harian, sudah turun tetapi belum masuk wilayah jenuh jual. Sehingga ruang penguatan rupiah masih terbuka.

Rupiah kini kembali ke bawah resisten di kisaran Rp 15.700/US$. Selama bertahan di bawahnya, rupiah berpeluang menguat menuju ke Rp 15.660/US$, sebelum menuju Rp 15.630/US$.

Namun, jika kembali ke atas Rp 15.700/US$, ada risiko rupiah melemah ke Rp 15.750/US$.


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Bikin Rupiah Anjlok, Tembus Rp 16.400-an per Dolar AS