CNBC Indonesia Research

Rupiah Jadi Terburuk di Asia Jika BI Tak Intervensi Masif?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
22 November 2022 08:30
Ilustrasi Dolar dan Rupiah.
Foto: Ilustrasi Dolar dan Rupiah. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

BI pertama kali menaikkan suku bunga pada Agustus lalu, sementara bank sentral AS (The Fed) sudah lebih dulu pada Maret. BI memang belakangan menaikkan suku bunga, tetapi bukan berarti ketika lebih dulu atau ahead the curve, rupiah akan mampu menguat.

Beberapa bank sentral lainnya sudah lebih dulu menaikkan suku bunga ketimbang The Fed, bahkan sudah sejak akhir tahun lalu.

Bank sentral Korea (Bank of Korea/BoK) misalnya, sudah menaikkan suku bunga sejak Agustus 2021 lalu. Hingga Oktober lalu, BoK sudah menaikkan suku bunga sebanyak 8 kali dengan total 250 basis poin menjadi 3%.

Namun, langkah tersebut tidak cukup membuat mata uang won menguat. Sebaliknya malah menjadi salah satu yang terburuk di Asia.

Sepanjang tahun ini pelemahnnya sekitar 12%, bahkan sempat hingga 20% pada akhir Oktober lalu di kisaran KRW 1.445/US$. Level tersebut merupakan yang terlemah sejak Maret 2009.

Artinya, suku bunga lebih cepat dinaikkan bukan jaminan bisa mendongkrak kinerja mata uang.

Faktanya, berdasarkan data dari Refinitiv, hanya 3 mata uang di dunia yang mampu menguat melawan dolar AS di tahun ini, rubel Rusia, peso Meksiko, dan real Brasil.

Dua negara yang disebutkan terakhir suku bunganya sudah dobel digit, masing-masing 10% dan 13,75%.

Brasil sudah menaikkan suku bunga sejak Maret 2021 lalu dari 2%. Kali terakhir suku bunga dinaikkan pada Agustus lalu sebesar 50 basis poin. Artinya bank sentral Brasil sejak kuartal I-2021 sudah menaikkan suku bunga sebesar 1175 basis poin.

Kenaikan tersebut tentunya jauh dari The Fed yang sejauh ini menaikkan 375 basis poin. Sementara bank sentral lainnya, meski lebih dulu menaikkan suku bunga, tetapi lebih rendah ketimbang The Fed.

Kenaikan sangat agresif yang dilakukan bank sentral Brasil membuat yield obligasi tenor 10 tahun melesat ke atas 13%, yang tentunya menjadi atraktif bagi investor asing untuk mengalirkan modalnya ke Brasil.

Bandingkan dengan yield Treasury AS yang saat ini berada di kisaran 3,8%, selisihnya sangat lebar. Sementara negara-negara lainnya, termasuk Indonesia selisihnya semakin menyempit.

Hal ini memicu aksi carry trade, di mana pelaku pasar meminjam dolar AS dan menginvestasikannya di obligasi Brasil. Mata uang real pun menjadi perkasa, sepanjang tahun ini menguat sekitar 4% melawan dolar AS.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular