Bukti Sektor Perbankan RI Sangat Seksi
Jakarta, CNBC Indonesia - Industri perbankan di Indonesia bisa dibilang selalu menjadi incaran investor dunia karena memiliki daya tarik tersendiri. Salah satunya, karena perbedaan bunga kredit dan simpanan yang cukup mencolok.
Bank merupakan lembaga intermediasi yang artinya berperan sebagai penyalur uang dari yang kelebihan likuiditas ke yang membutuhkan likuiditas. Salah satu inti bisnis dari perbankan adalah pendanaan dan kredit yang artinya menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya ke debitur.
Bank akan memberikan imbal hasil berupa bunga kepada deposan yang menempatkan uangnya di bank dan memberikan bunga atas pinjaman yang ditarik oleh debitur. Nah, sebagai bisnis, cuan yang diperoleh dari bank utamanya dari selisih antara bunga pinjaman dengan simpanan.
Selisih yang besar menunjukkan bahwa keuntungan yang didapat juga besar. Selama ini Indonesia terkenal dengan suku bunga yang cukup tinggi.
Bank Dunia mencatat selisih suku bunga pinjaman dengan bunga simpanan atau sering disebut sebagai spread di Indonesia pada 2021 mencapai 5,26%.
Dari 112 negara yang datanya dikompilasi oleh Bank Dunia, Indonesia ada di peringkat 61. Meskipun berada di tengah, tetapi negara-negara lain yang menduduki peringkat di atas RI adalah negara dengan size ekonomi jauh lebih kecil dibandingkan Indonesia.
Bisa dikatakan selisih bunga pinjaman dan simpanan ini menunjukkan betapa menggiurkannya bisnis perbankan di Tanah Air mengingat rasio penyaluran kredit terhadap PDB Indonesia masih di bawah 70%. Artinya masih ada ruang pertumbuhan yang besar.
Bahkan dalam hal spread suku bunga, Indonesia jauh lebih tinggi ketimbang negara-negara tetangga seperti Vietnam yang hanya 4,44%, Thailand yang mencapai 2,65% dan Malaysia yang hanya 1,88%.
Hal tersebut tentu membuat banyak investor berlomba untuk berekspansi ke Indonesia, terutama lewat aksi Merger dan Akuisisi (M&A).
Investor-investor yang memiliki bank di Indonesia secara geografis sangat beragam. Salah satu yang paling dominan adalah Jepang.
Sebut saja PT Bank BTPN Tbk (BTPN) yang mayoritas sahamnya dikuasai SMBC sampai 92,43%. Bank BTPN diambil alih oleh SMBC dari Grup Northstar sejak 5 tahun silam.
Selanjutnya ada PT Bank Danamon Tbk (BDMN) yang dibeli oleh raksasa keuangan Jepang yaitu MUFG pada 3 tahun silam.
Banyak aksi akuisisi bank domestik oleh bank asing terjadi pada 2019. Selain BTPN dan BDMN ada juga PT Bank Permata Tbk (BNLI) yang dicaplok oleh raksasa perbankan Thailand yaitu Bangkok Bank. Diketahui Bangkok Bank membeli mayoritas saham BNLI dari PT Astra International Tbk (ASII) dan Standard Chartered.
Setidaknya tiga contoh di atas merupakan aksi korporasi akuisisi yang nilainya terbilang jumbo. Nah, tahun ini konon kabarnya salah satu bank besar di Indonesia yaitu PT Bank Pan Indonesia Tbk (PNBN) juga tengah didekati oleh beberapa investor terutama Jepang seperti MUFG maupun Sumitomo Group.
Maklum, bisnis perbankan di Jepang secara growth terbilang kurang seksi lantaran suku bunganya negatif. Pasar propertinya juga kurang bergairah dan struktur populasinya didominasi oleh lansia. Jadi, wajar kalau mereka banyak membidik bank-bank di RI.
Di sisi lain, kalau melihat kondisi di bursa saham, saham-saham big-4 yaitu BBCA, BBRI, BMRI dan BBNI juga memiliki bobot 27,85% dari nilai kapitalisasi pasar IHSG. Padahal jumlah emiten di Bursa ada lebih dari 750.
Laba-laba bank tersebut paling jumbo dan rajin membagikan dividen dengan pay out besar dan yield yang menarik.
Dengan laba yang besar dan salah satunya didorong oleh selisih antara bunga pinjaman dan simpanan yang menarik, maka tak perlu heran kalau bisnis bank di RI benar-benar gurih.
(trp)