Sentimen Pasar Pekan Depan

Piala Dunia 2022 Dimulai, Pasar Saham Bisa Liar! Loh Kok?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
20 November 2022 20:00
SOCCER-WORLDCUP/QATAR
Foto: REUTERS/AMR ABDALLAH DALSH

Jakarta, CNBC Indonesia - Perhelatan akbar 4 tahunan sepak bola Piala Dunia 2022 akan dimulai pada Minggu (20/11/2022). Berlokasi di Qatar, Piala Dunia yang biasanya berlangsung pada pertengahan tahun kini mundur menjadi penghujung 2022.

Keriuhan dan hype yang biasa bergema sebelum Piala Dunia seperti lenyap tahun ini.

Atmosfer Piala Dunia yang biasanya hadir dalam alunan theme song, hilir mudiknya iklan bertema Piala Dunia, keriuhan di media sosial, ataupun promosi nonton bareng (nobar) belum kencang terasa hingga sehari sebelum Piala Dunia 2022 digelar.

Ada sejumlah alasan mengapa Piala Dunia 2022 Qatar tidak seramai pada tahun-tahun sebelumnya.Waktu penyelenggaraan yang tak biasa, isu hak asasi manusia (HAM), banyaknya kontroversi terkait tuan rumah, hingga banyaknya platform yang menyediakan siaran Piala Dunia menjadi alasan mengapa Piala Dunia tahun ini seperti lebih sepi.

Di luar itu semua, perhelatan Piala Dunia juga berdampak pada pasar saham. Financial Review yang mengutip hasil riset dari Monash University menyebutkan pasar saham akan mengalami penurunan likuiditas dan peningkatan volatilitas.

Hasil riset tersebut menunjukkan volume transaksi akan naik sebesar 22% sebelum kick-off, kemudian menurun 29% selama pertandingan.

Hal itu disebabkan investor yang cenderung menempatkan order sebelum kick-off agar bisa lebih fokus menonton pertandingan.

Perilaku investor tersebut, berdasarkan hasil riset membuat volatilitas meningkat 18% sebelum pertandingan, dan langsung turun 23% selama pertandingan.

"Meski investor tidak peduli dengan pertandingan sepak bola, strategi trading mereka yang optimal akan dipengaruhi perilaku para pecinta sepak bola yang trading," kata Dr. Philip Drummond, ekonom dan dosen di Monash University, sebagaimana dilansir Financial Review, Rabu, (16/11/2022).

Pada 2017 lalu, Alex Edmans, profesor finansial di London Business School, Diego Garcia dari Universitas Colorado, dan Oyvind Norli dari Norwegian School of Management, merilis hasil studi dengan judul Sports Sentiment and Stocks Returns.

Studi tersebut menganalisa perilaku pasar saham dalam 1.100 pertandingan sepak bola sejak 1973. Hasilnya, saat piala dunia negara yang kalah dalam suatu pertandingan keesokan harinya pasar sahamnya akan menghasilkan return di bawah rata-rata.

Indonesia tidak lolos dalam perhelatan Piala Dunia 2022. Tetapi ada Amerika Serikat (AS), Inggris, Jerman dan beberapa negara Eropa lainnya, yang memiliki kapitalisasi pasar besar.

Jika melihat hasil studi tersebut, tentunya pergerakan bursa sahamnya akan terpengaruh. Amerika Serikat akan bertanding melawan Wales pada 22 November mendatang, Wall Street bisa jadi akan merespon hasil duel kedua negara.

Sebagai kiblat bursa saham dunia, Wall Street tentunya bisa memberikan dampak ke pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).


HALAMAN SELANJUTNYA >>> Investor Asing Mulai Borong SBN Lagi

IHSG sepanjang pekan lalu tercatat melemah tipis 0,1% saja di 7.082,181, setelah sebelumnya sempat merosot ke 6.966,529.

Sementara itu, rupiah kembali merosot 1,26% ke Rp 15.685/US$. Kemudian, Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun mengalami penguatan signifikan, yield-nya turun sebesar 15,7 basis poin menjadi 7,045%.

Yield SBN sudah turun dalam 3 pekan beruntun, hal ini bisa menjadi kabar baik. Artinya SBN mulai menarik lagi bagi investor, khususnya asing. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, sepanjang bulan ini hingga 15 November, investor asing melakukan pembelian SBN di pasar sekunder senilai Rp 8,8 triliun.

Hal itu tentunya menjadi kabar baik, sebab sejak awal tahun ini terjadi aksi jual yang sangat masif. Jika capital inflow di pasar SBN terus berlanjut di pekan depan, rupiah punya peluang untuk menguat.

Rupiah yang menguat juga bisa memberikan dampak yang positif ke IHSG. Stabilitas rupiah bisa membuat inflasi di dalam negeri lebih terjaga, sehingga daya beli masyarakat tetap kuat. Ketika daya beli kuat, maka pertumbuhan ekonomi akan terdongkrak.

Sementara itu dari eksternal, pelaku pasar pada pekan depan akan menanti komentar-komentar dari pejabat elit The Fed.

Tingkat pengangguran di AS sudah mengalami kenaikan, dan inflasi menurun. Beberapa pejabat The Fed sudah mengungkapkan kemungkinan laju kenaikan suku bunga akan dikendurkan.

Semakin banyak pejabat The Fed yang mengungkapkan hal tersebut, tentunya akan berdampak positif. Yield Treasury AS berpotensi menurun, begitu juga dengan dolar AS. Capital inflow di pasar SBN berpotensi berlanjut, dan rupiah juga punya peluang menguat.

TIM RISET CNBC INDONESIA 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular