Bursa Asia Dibuka Cenderung Beragam, Nasib IHSG Piye?

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
Senin, 21/11/2022 08:48 WIB
Foto: Bursa Asia (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik dibuka cenderung bervariasi pada perdagangan Senin (21/11/2022), setelah bank sentral China memutuskan untuk kembali mempertahankan suku bunga acuannya hari ini.

Indeks Nikkei 225 Jepang dibuka menguat 0,36%, ASX 200 Australia naik 0,1%, dan KOSPI Korea Selatan naik tipis 0,06%.

Sedangkan untuk indeks Hang Seng Hong Kong dibuka ambles 1,88%, Shanghai Composite China melemah 0,62%, dan Straits Times Singapura turun 0,19%.


Dari China, bank sentral (People Bank of China/PBoC) memutuskan untuk kembali mempertahankan suku bunga loan prime rate (LPR) acuannya hari ini.

Suku bunga LPR tenor satu tahun bertahan di level 3,65%, sedangkan LPR lima tahun berada di 4,3%. Hal ini sesuai dengan prediksi pasar dalam survei Reuters.

Sebelumnya, PBoC terakhir kali memangkas suku bunga LPR-nya pada Agustus lalu, sehingga PBoC telah menahan suku bunga acuanya selama 3 bulan terakhir.

Langkah PBoC ini terjadi di tengah banyaknya bank sentral yang telah bersikap hawkish dengan menaikkan suku bunga acuannya demi menjinakkan inflasi yang masih memanas.

Namun, mata uang yuan offshore melemah di 7,1376 terhadap dolar AS menjelang keputusan suku bunga PBoC pagi hari ini.

Bursa Asia-Pasifik yang cenderung bervariasi terjadi di tengah menguatnya bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu.

Pada Jumat pekan lalu, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup menguat 0,59%, S&P 500 terapresiasi 0,48%, dan Nasdaq Composite naik tipis 0,01%.

Keuntungan pasar AS terjadi meskipun banyak data ekonomi yang lesu. National Association of Realtors melaporkan bahwa penjualan rumah yang ada (existing home) di AS turun 5,9% pada Oktober, turun selama sembilan bulan berturut-turut, karena lonjakan suku bunga KPR dan harga tinggi mendorong pembeli keluar dari pasar.

Sementara The Conference Board yang berbasis di New York mengatakan Indeks Ekonomi Utama AS turun selama delapan bulan berturut-turut pada Oktober, "menunjukkan ekonomi mungkin dalam resesi."

Di lain sisi, suku bunga masih menjadi perhatian utama pelaku pasar. Menjelang keputusan kebijakan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) pada 14 Desember mendatang pelaku pasar tentunya menunggu, mengamati, hingga mencerna berbagai pernyataan pejabat The Fed berkaitan dengan sinyal kenaikan suku bunga.

Beberapa waktu lalu, pejabat The Fed mengisyaratkan kenaikan siklus terbaru untuk memperlambat inflasi masih tidak terkontrol. Sejak Kamis pekan lalu, Presiden The Fed St Louis, James Bullard mengatakan dalam pidatonya Kamis bahwa "tingkat kebijakan belum berada di zona yang dapat dianggap cukup membatasi (tingginya inflasi)."

Sedangkan menurut pemimpin The Fed Boston, Susan Collins mengatakan bahwa dengan sedikit bukti tekanan harga berkurang. The Fed mungkin perlu memberikan kenaikan suku bunga 75 basis poin (bp) lagi ketika berupaya mengendalikan inflasi.

Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, probabilitas suku bunga naik 50 (bp) menjadi 4,25% - 4,5% pada Desember kini sebesar 75,8%, sementara naik 25 bp menjadi 4,5 - 4,75% sebesar 24,2%.

Saat pelaku pasar percaya bahwa The Fed akan tetap agresif, perdagangan saham-saham yang rentan terhadap resesi dan tingkat suku bunga yang lebih tinggi patut dicermati.

Bank sentral Negeri Paman Sam tersebut juga mengakui sulit untuk menghindarkan perekonomian dari resesi atau soft landing.

Ketua The Fed, Jerome Powell menambahkan untuk bisa menghindarkan perekonomian AS dari resesi di 2023 adalah pekerjaan yang sangat berat, sebab suku bunga masih perlu dinaikkan tinggi guna meredam inflasi.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Bursa Asia Anjlok Usai Trump Umumkan Tarif Impor Jepang-Korsel