CNBC Indonesia Research

Kisah SBF-Alameda-FTX, Berawal Manis, Tapi Berakhir Pahit

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
18 November 2022 11:10
Sam Bankman-Field. (Dok: AP Photo/Matt York)

Jakarta, CNBC Indonesia - Krisis yang menimpa bursa kripto terbesar kedua di dunia yakni FTX beserta perusahaan afiliasinya, Alameda Research membuat investor semakin khawatir bahwa pasar kripto makin sulit untuk pulih seperti pada tahun lalu.

Bahkan, tak sedikit kepercayaan mereka makin memudar dan beranggapan bahwa kripto hanya berisikan 'scam' atau 'meme'.

Hal ini tentunya menjadi sentimen buruk, karena jika ada investor pemula yang baru mengenal kripto dan mereka sudah dibuat kecewa karena harganya terus mengalami penurunan, maka eksistensi kripto dapat terancam.

Di lain sisi, kejatuhan FTX pun membuat Sam Bankman-Fried, CEO FTX pun kehilangan kekayaan yang cukup besar, hanya sekejap. Bankman-Fried atau bisa disapa SBF kehilangan kekayangan hingga US$16 miliar atau Rp 232,5 triliun, hanya dalam 24 jam saja.

Kini, SBF tak lagi menjadi salah satu miliarder yang masuk dalam pilihan Forbes. Padahal pada Maret lalu, SBF masih menduduki posisi kedua dalam jajaran miliarder kripto menurut Forbes, di mana kekayaannya saat itu mencapai US$ 24 miliar.

Hilangnya kekayaannya itu juga diakibatkan jebloknya native token di FTX, yakni FTX Token (FTT). Pada 10 November lalu, harga koin FTT berada di kisaran US$ 4,49 per keping. Kini, harganya diperdagangkan di US$ 1,61 per keping

Padahal sekitar dua pekan lalu, token FTT masih diperdagangkan di kisaran US$ 25 per keping. Dalam sepekan terakhir, koin FTT ambles 27,42%, sedangkan dalam sebulan terakhir ambruk 93,16%.

Keuangan FTX dilaporkan memburuk dan berdampak pada penarikan US$ 6 miliar selama tiga hari pasca munculnya kabar tersebut.

Tak hanya kehilangan kekayaan hingga cukup besar dan bukan lagi menjadi miliarder yang masuk di majalah Forbes, SBF bisa saja tidak dianggap lagi sebagai 'pahlawan' kripto. Apalagi banyak isu yang beredar bahwa sedari awal FTX dan Alameda sudah banyak masalah, termasuk SBF juga diisukan memiliki masalah pribadi.

Tentunya, hal ini berbanding terbalik dengan sejarah ketiganya yang dikabarkan lebih 'manis' dari kondisi sekarang.

Hubungan antara Alameda Research dan FTX adalah sumbu bagi meledaknya kerajaan bisnis kripto SBF.

SBF mendirikan Alameda Research pada tahun 2017, di mana namanya di ambil dari kampung halamannya di Alameda, California, AS.

Kedua orang tuanya adalah profesor di Stanford Law School. Ayahnya yakni Joseph Bankman, seorang ahli hukum pajak, dan Ibunya yakni Barbara Fried, yang mempelajari persimpangan hukum, ekonomi, dan filsafat.

SBF merupakan alumni jurusan fisika dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) dan pasca lulus bekerja di raksasa perdagangan kuantitatif Jane Street.

Tidak lama setelah didirikan, Alameda segera menghasilkan jutaan dolar dengan mengeksploitasi ketidakefisienan di pasar Bitcoin.

Dalam melaksanakan bisnisnya perusahaan secara masif menggunakan strategi arbitrase-membeli koin di satu lokasi dan menjualnya di tempat lain dengan harga lebih tinggi.

Salah satu keuntungan signifikan awal melibatkan pembelian Bitcoin di bursa AS dan penjualan di Jepang, di mana perusahaan mendapatkan keuntungan karena harga jual premium di atas harga beli di AS.

Pada tahun 2019, SBF memindahkan perusahaan ke Hong Kong, agar dapat memperoleh aturan yang lebih ramah bisnis.

Dia pindah dengan sekelompok kecil pedagang (trader), termasuk Caroline Ellison, mantan trader di perusahaan keuangan Jane Street dan melanjutkan untuk memulai FTX, bursa bagi investor kripto untuk membeli, menjual, dan menyimpan aset digital.

Hanya dalam setahun saja, FTX berhasil mendapatkan gelar 'unicorn'.

SBF pun sempat menjadi salah satu miliarder termuda yang berusia di bawah 30 tahun di 2021. Ketika dia masuk ke daftar miliarder termuda berusia di bawah 30 tahun menurut Forbes, FTX juga berhasil mendapatkan dana hingga US$ 40 juta dan nilainya menjadi US$ 1,4 miliar pada saat itu.

Meski berasal dari California, tetapi SBF bermarkas di Bahama dan tempat ini juga menjadi markas pusat FTX. Bahama sendiri merupakan negara persemakmuran Inggris yang berada di Benua Amerika, tepatnya di kawasan Karibia.

Setelah sukses, SBF pun mulai melakukan aksi dermawannya kepada beberapa perusahaan kripto. Pada Mei lalu, saat banyak perusahaan kripto terdampak dari kehancuran Celsius dan Three Arrows Capital, FTX mengaku juga terdampak dari krisis tersebut.

Namun, SBF mengakui bahwa FTX masih bertahan karena keuangannya masih cukup untuk mengatasi krisis. Bahkan secara terang, SBF akan membantu beberapa perusahaan kripto, terutama perusahaan yang berafiliasi dengan FTX dan Alameda.

Adapun perusahaan kripto tersebut yakni BlockFi dan Voyager Digital. Di BlockFi, FTX memberikan bantuan dana sebesar US$ 250 juta dalam bentuk revolving credit facility. Sedangkan di Voyager, FTX memberikan bantuan sebesar US$ 200 juta dalam bentuk uang tunai, Bitcoin, dan stablecoin yang berjenis revolving credit facility.

Namun, bantuan dana FTX tersebut pada akhirnya tidak bisa membuat Voyager terlepas dari bahaya kebangkrutan. Pada 5 Juli lalu, Voyager menyatakan diri mereka bangkrut, sebagaimana dijelaskan dalam dokumen Kebangkrutan Chapter 11 di AS.

Voyager mengungkapkan, bahwa mereka memiliki lebih dari 100 ribu kreditur (pihak pemberi pinjaman) dan aset bernilai antara US$ 1 miliar dan US$ 10 miliar.

Sedangkan BlockFi juga kini bernasib sama, di mana perusahaan juga terancam bangkrut. Namun saat Voyager resmi bangkrut, BlockFi masih bertahan berkat bantuan FTX. Setelah adanya krisis FTX, maka potensi bangkrutnya BlockFi menjadi semakin besar.

Dalam siaran persnya per 12 November lalu, BlockFi mengaku terkejut bahwa perusahaan penolongnya yakni FTX justru ikutan mengalami krisis, sehingga operasional BlockFi tidak berjalan seperti biasanya.

BlockFi kini membatasi aktivitas platform, termasuk penarikan dana oleh klien sebagaimana diizinkan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh BlockFi. Mereka meminta agar klien tidak menyetor ke Dompet BlockFi atau akun bunga saat ini.

Meski transaksi dibatasi, tetapi klien BlockFi masih menjadi prioritas dan BlockFi masih akan terus melindungi kliennya.

Kini, selain BlockFi yang masih bertahan dan Voyager yang sudah dinyatakan bangkrut, beberapa perusahaan afiliasi FTX pun mulai berjatuhan akibat krisis FTX. Adapun perusahaan tersebut yakni Genesis dan Gemini.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular