Meski Inflasi Jepang Melonjak, Tapi Bursa Asia Dibuka Cerah

Market - Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
18 November 2022 08:51
Bursa Asia Foto: ist

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik dibuka cenderung menguat pada perdagangan Jumat (18/11/2022), di tengah melonjaknya inflasi inti Jepang pada periode Oktober 2022.

Indeks Nikkei 225 Jepang dibuka menguat 0,26%, Hang Seng Hong Kong melonjak 1,54%, Shanghai Composite China naik tipis 0,03%, Straits Times Singapura bertambah 0,4%, ASX 200 Australia naik 0,12%, dan KOSPI Korea Selatan terapresiasi 0,17%.

Dari Jepang, inflasi inti dilaporkan melonjak pada periode Oktober 2022. Berdasarkan data dari pemerintah setempat, inflasi inti naik menjadi 3,6% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada Oktober 2022, dari bulan sebelumnya sebesar 3% (yoy).

Inflasi tersebut menjadi yang tertinggi sejak Februari 1982, seiring dengan kenaikan harga makanan dan bahan baku di tengah melemahnya mata uang yen.

Inflasi itu pun berada di atas ekspektasi para ekonom yang meramalkan angka 3,5% yoy. Catatan itu juga kian menjauhkan Jepang dari target inflasi sebesar 2% pada tahun ini.

Hal tersebut membuat bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ) kian terdesak untuk segera mengubah kebijakan suku bunga super rendahnya.

Adapun, Gubernur BoJ, Haruhiko Kuroda sebelumnya menegaskan akan tetap berpegang pada kebijakan tersebut untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

Sementara itu, inflasi inflasi secara keseluruhan juga naik dari 3% (yoy) pada September 2022 menjadi 3,7% (yoy) pada Oktober 2022.

Secara bulanan, (month-to-month/mtm), inflasi Jepang tercatat sebesar 0,6%, naik dari bulan sebelumnya sebesar 0,3% (mtm).

Bursa Asia-Pasifik yang cenderung menguat terjadi di tengah koreksinya kembali bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street pada penutupan perdagangan Kamis kemarin.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup turun tipis 0,02%, S&P 500 melemah 0,31%, dan Nasdaq Composite terkoreksi 0,35%.

Investor mencerna potensi lonjakan suku bunga setelah pejabat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) mengisyaratkan kenaikan siklus terbaru untuk memperlambat inflasi masih tidak terkontrol.

Presiden The Fed St Louis, James Bullard mengatakan dalam pidatonya pada Kamis kemarin bahwa "tingkat kebijakan belum berada di zona yang dapat dianggap cukup membatasi [tingginya inflasi]."

"Perubahan sikap kebijakan moneter tampaknya hanya memiliki efek terbatas pada inflasi yang diamati, tetapi kondisi pasar menunjukkan penurunan inflasi diperkirakan terjadi pada 2023," tambah Bullard.

Imbal hasil (yield) Treasury 2 tahun melonjak menjadi 4,437%, meningkatkan kekhawatiran suku bunga yang lebih tinggi akan mengirim ekonomi ke dalam resesi.

"Saya melihat pasar tenaga kerja yang sangat ketat, saya tidak tahu bagaimana Anda terus menurunkan tingkat inflasi ini tanpa melambat secara nyata, dan mungkin kita bahkan mengalami kontraksi ekonomi untuk mencapainya," kata Presiden Fed Kansas City Esther George kepada Wall Street Journal pada Rabu lalu.

TIM RISET CNBC INDONESIA


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Kabar Baik Buat IHSG, Wall Street Cerah, Bursa Asia Meroket!


(chd/chd)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading