BI Naikkan Suku Bunga Lagi, Yield SBN Lanjut Menguat
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) kembali ditutup melemah pada perdagangan Kamis (17/11/2022), setelah Bank Indonesia (BI) kembali menaikkan suku bunga acuannya.
Mayoritas investor cenderung melepas SBN pada hari ini, ditandai dengan naiknya imbal hasil (yield). Tetapi untuk SBN tenor 30 tahun masih ramai diburu oleh investor, ditandai dengan turunnya yield, yakni turun 2,4 basis poin (bp) ke posisi 7,51%, dilansir dari Refinitiv.
Sedangkan untuk yield SBN bertenor 20 tahun stagnan di level 7,143% pada perdagangan hari ini.
Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan (benchmark) naik 1,5 bp menjadi 7,036%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Dari dalam negeri, BI memutuskan untuk menaikkan BI-7 Days Repo Rate (BI-7DRR) menjadi 5,25% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) edisi November 2022. Posisi ini menyamai seperti posisi BI-7DRR pada 2016.
"Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 16-17 November memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 50 bp menjadi 5,25%," jelas Gubernur BI Perry Warjiyo, dalam konferensi pers, Kamis (17/11/2022).
Berdasarkan catatan CNBC Indonesia, suku bunga acuan BI-7DRR yang mencapai 5,25% tersebut telah menyamai posisi BI-7DRR, saat pertama kali BI-7DRR digunakan sebagai suku bunga acuan pada Agustus 2016.
Hal ini sesuai dengan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia yang memproyeksikan BI akan kembali menaikkan suku bunga acuan secara agresif pada bulan ini.
Dari 14 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus tersebut, delapan lembaga/institusi memperkirakan bank sentral akan mengerek BI-7DRR sebesar 50 bps menjadi 5,25%.
Sementara itu, enam lembaga/institusi memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bp menjadi 5,00%.
Sebagai catatan, BI sudah mengerek suku bunga acuan sebesar 125 bp hanya dalam waktu tiga bulan, masing-masing sebesar 25 bp pada Agustus, 50 bp pada September, dan 50 bp pada Oktober.
Pada Oktober 2022, posisi suku bunga acuan BI berada di 4,75% sementara suku bunga Deposit Facility sebesar 4,00%, dan suku bunga Lending Facility ada di 5,50%.
Sementara itu dari Amerika Serikat (AS), yield obligasi pemerintah (US Treasury) juga cenderung naik pada pagi hari ini waktu AS.
Dilansir dari CNBC International, yield Treasury berjangka pendek yakni tenor 2 tahun naik tipis 0,7 bp ke posisi 4,37%. Sedangkan yield Treasury benchmark tenor 10 tahun bertambah 4,8 bp menjadi 3,742%.
Investor di AS menanti rilis data housing start dan angka izin bangunan awal periode Oktober 2022. Sektor ini telah dipengaruhi oleh kenaikan harga bahan dan tingkat hipotek yang lebih tinggi.
Oleh karena itu, investor akan melihat data baru untuk petunjuk tentang bagaimana keadaan ekonomi AS sehubungan dengan inflasi yang masih tinggi dan suku bunga yang tinggi.
Pasar juga terus mencerna data ekonomi baru-baru ini, termasuk angka penjualan ritel AS bulan lalu yang lebih panas dari yang diperkirakan dan mencerminkan belanja konsumen yang solid meskipun harga naik.
Kekhawatiran tentang keadaan ekonomi AS telah menyebar di kalangan investor karena banyak yang skeptis tentang laju kenaikan suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), dengan alasan bahwa hal itu dapat menyebabkan resesi.
Harapan untuk perlambatan kenaikan suku bunga didorong oleh data indeks harga produsen dan indeks harga konsumen baru-baru ini, yang menunjukkan bahwa tekanan inflasi cenderung mereda.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)