CNBC Indonesia Research

BI 4 Kali Kerek Bunga, Rupiah Tetap Keok! Apa yang Kurang?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
17 November 2022 17:15
Dollar
Foto: Freepik

Pasokan valuta asing, khususnya dolar AS yang tiris di dalam negeri menjadi salah satu penyebab loyonya rupiah. Ketika jumlah dolar di dalam negeri bekurang, dan permintaannya tinggi, harganya tentunya akan menanjak.

Masalah kelangkaan dolar AS ini juga diungkapkan langsung oleh Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti dalam pengumuman hasil RDG hari ini.

"Apa yang terjadi di global saat ini memang dolar shortage, dalam kondisi di mana fed fund rate (suku bunga The Fed) terus mengalami peningkatan kemudian bond yield-nya tingginya sehingga mendorong arus balik dari US$ dollar dari beberapa negara emerging market termasuk Indonesia," kata Destry.

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), sepanjang tahun ini hingga 11 November, tercatat capital outflow di pasar obligasi sekitar Rp 160 triliun.

Selain capital outflow di pasar obligasi, devisa hasil ekspor yang tidak bertahan lama di dalam negeri juga membuat pasokan dolar AS menurun. Hal ini menjadi ironi mengingat neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus dalam 30 bulan beruntun.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang Januari - Oktober neraca perdagangan mencatat surplus sebesar US$ 45,5 miliar.

Salah satu penyebab devisa tersebut tidak berada di dalam negeri yakni suku bunga valas yang kurang kompetitif. Eksportir pun lebih memilih menempatkan dolar-nya di luar negeri.

Destry juga mengakui devisa tersebut banyak yang parkir di luar negeri.

"Kepatuhan para eksportir untuk menempatkan dananya di rekening khusus sudah sangat baik, kurang lebih 93% itu kita sudah bisa men-trace dana tersebut dari hasil ekspor dengan menggunakan dokumen dari bea cukai. Nah, masalahnya dana tersebut tidak dalam berada di rekening khusus tersebut," kata Destry.

Destry menambahkan suku bunga yang kalah kompetitif menjadi masalah yang membuat eksportir banyak memarkir dolarnya di luar negeri.

"Kami lihat dan kami coba telaah, ternyata reward-nya itu atau pun interest rate kalah kompetitif, jadi sebenarnya masalah kompetisi. Pada kondisi normal mungkin diberikan rate relatif di bawah peer kita relatif masih oke, tetapi dengan kondisi sekarang pada saat dolar itu menjadi shortage dan negara-negara lain juga berusaha untuk menarik dolar sehingga dengan rate yang diberikan oleh perbankan saat ini menjadi tidak kompetitif," tambahnya.

Ia menambahkan BI bersama kementerian, lembaga dan perbankan mencoba program khusus yang menarik bagi eksportir guna mau menempatkan valuta asingnya di dalam negeri.

Akibat dolar AS yang parkir di luar negeri, cadangan devisa Indonesia terus mengalami penurunan.

BI melaporkan posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Oktober 2022 sebesar US$ 130,2 miliar, turun US$ 600 juta dibandingkan dengan posisi pada akhir September 2022.

Cadangan devisa sudah menurun dalam 7 bulan beruntun. Bahkan, jika dilihat sejak mencapai Rekor tertinggi sepanjang masa US$ 146,9 miliar pada September lalu, nilainya sudah turun US$ 16,7 miliar.

Terpuruknya rupiah membuat BI banyak melakukan intervensi, sehingga cadangan devisa terkuras.

Pemerintah pada September lalu sudah menerbitkan global bond senilai US$2,65 miliar, yang tentunya bisa mendongkrak cadangan devisa. Nyatanya, masih saja tetap merosot.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, tanggal setelmen penerbitan global bond pada 20 September.

Nyatanya, pada September cadangan devisa Indonesia masih tetap turun US$ 1,4 miliar. Artinya, kebutuhan untuk menjaga stabilitas rupiah sangat besar.

Jika BI mampu menarik dolar AS eksportir yang berada di luar negeri, cadangan devisa tentunya akan kembali berdampak. Pasokan dolar AS di dalam negeri bertambah, harganya bisa menurun, artinya rupiah akan menguat.

(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular