
November Rain, IHSG Banyak Merah Daripada Hijaunya

Jakarta, CNBC Indonesia - Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bulan November ini sedang kurang memberikan cuan optimal. Awal bulan saja, IHSG sudah ambles 2 hari beruntun karena dikepung berbagai sentimen negatif yang ternyata belum sepenuhnya beranjak dari Tanah Air.
Sentimen negatif datang dari kebijakan moneter ketat bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (the Fed), ambruknya harga batu bara, pelemahan rupiah, serta kenaikan cukai rokok.
Banyaknya sentimen negatif ini menghapus kabar positif dari data inflasi. Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat deflasi sebesar 0,11% pada Oktober (month to month/mtm). Secara tahunan, inflasi juga melandai ke 5,71% pada Oktober dibandingkan 5,95% pada September.
Lebih dari setengah bulan dilalui hingga perdagangan Rabu (17/11/2022), IHSG tercatat menghijau sebanyak 6 kali, ini pun dengan penguatan terbatas.
Penurunan yang terjadi juga cukup bikin was-was, hampir selalu di atas 0,5%. Bahkan pada 10 November, IHSG anjlok 1,46%.
Jika ditarik ke belakang, bulan November ini sentimen penggerak IHSG pekan ini begitu beragam, ada kabar bahagia namun ada juga sinyal negatif yang pada akhirnya membuat pelaku pasar ketar-ketir.
Penguatan paling signifikan bulan ini, hanya terjadi pada perdagangan Jumat (11/11/2022) di mana HSG konsisten bergerak di zona hijau di sepanjang perdagangan berlangsung sejalan dengan mayoritas indeks saham Asia.
Ini dipicu oleh para pelaku pasar memperkirakan ketika inflasi saat ini mulai mendingin, ekspektasi bahwa The Fed akan mengurangi sifat hawkishmenguat. The Fed pun akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin, lebih rendah dari sebelumnya yakni 75 basis poin.
Menurut perangkat CME Fedwatch, peluang The Fed untuk menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin memiliki peluang besar dengan 85,4%. Sementara kenaikan 75 basis poin sebesar 14,6%.
Di pekan kedua Novembet, IHSG sempat bangkit karena sentimen positif daririlis data pertumbuhan ekonomi Tanah Air pada kuartal III-2022. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia atau Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal III-2022 adalah 5,72% (year-on-year/yoy).
Realisasi ini dipengaruhi oleh beberapa indikator. Neraca perdagangan Indonesia surplus US$ 14,92 miliar selama Juli - September 2022. Hal ini ditopang oleh lonjakan ekspor batu bara, minyak kelapa sawit dan besi serta baja yang dipengaruhi oleh kenaikan harga internasional.
Mobilitas masyarakat juga semakin pulih dari pandemi Covid-19, ditandai dengan perkembangan jumlah wisatawan mancanegara tumbuh 10.746,2%.
Pergerakan IHSG semakin cemerlang di akhir pekandipicu oleh kabar baik yang datang dari Amerika Serikat (AS), inflasi yang menjadi masalah sangat serius akhirnya mengalami penurunan tajam.
Kendati demikian, setelahnya IHSG juga mendapat sinyal negatif dari harga komoditas seperti batu bara yang sempat menyentuh US$ 300 per ton dan menjadi yang terendah dalam tujuh bulan terakhir. Penurunan harga batu bara akan berdampak pada gerak saham emiten batu bara yang berpotensi turut melemah.
Salah satu yang paling terdampak adalah saham PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) yang sempat jeblok 7% ke level Rp 37.550 per saham pada perdagangan Jumat (11/11/2022). Bahkan penurunan sempat mencapai 13,88% pada pekan kedua November.
Pada kenyataannya, gejolak ekonomi belum sepenuhnya beranjak dari pasar keuangan Tanah Air. Pelaku pasar masih terus fokus mengamati kebijakan suku bunga baik dari The Fed maupun Bank Indonesia (BI).
Oleh sebab itu, tentu saja pasar kembali bergejolak ketika Bank sentral AS (The Fed) yang mengindikasikan akan terus menaikkan suku bunga. Hal tersebut diungkapkan salah satu pejabat elit The Fed, Christopher Waller, ia menyebut investor lebay alias bereaksi berlebihan terhadap data inflasi yang menunjukkan penurunan, dan suku bunga akan tetap dinaikkan.
Sementara itu, dari dalam negeri Bank Indonesia (BI) yang telah melakukan Rapat Dewan Gubernur (RDG) sejak Rabu (16/11/2022) kemarin, dijadwalkan akan mengumumkan siklus baru kenaikan suku bunga hari ini pada pukul 14.00 WIB.
Konsensus analis dan ekonom memproyeksikan BI akan melanjutkan kebijakan agresifnya bulan ini. BI diramal kembali mengerek BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 basis points (bps), berdasarkan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia.
Dari 14 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus tersebut, delapan memperkirakan kenaikan 50 basis points (bps) menjadi 5,25%, dengan enam lainnya memprediksi kenaikan 25 bps menjadi 5,00%.
Keputusan ini merupakan siklus keempat beruntun, sebelumnya BI sudah mengerek suku bunga acuan sebesar 125 bps hanya dalam waktu tiga bulan, masing-masing sebesar 25 bps pada Agustus, 50 bps pada September, dan 50 bps pada Oktober.
Sementara itu pada Oktober 2022 atau sebelum pengumuman terbaru BI siang ini, posisi suku bunga acuan BI berada di 4,75% sementara suku bunga Deposit Facility sebesar 4,00%, dan suku bunga Lending Facility ada di 5,50%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aum) Next Article IHSG Balas Dendam, tapi Apa Kuat ke 7.000 Lagi?
