Sempat Bergerak Volatil, IHSG Sesi I Berhasil Menghijau

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
09 November 2022 11:43
Karyawan melintas di depam layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (5/7/2022). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir di zona hijau pada penutupan perdagangan sesi I Rabu (9/11/2022), di mana investor saat ini masih menanti rilis data penting dari Amerika Serikat (AS) dan China.

Indeks acuan Tanah Air dibuka melemah 0,16% ke 7.038,83 dan ditutup di zona hijau dengan apresiasi 0,18% atau 12,64 poin ke 7.062,77. Nilai perdagangan tercatat turun ke Rp 6,36 triliun dengan melibatkan lebih dari 20 miliar saham yang berpindah tangan 916 kali.

Jika melihat data perdagangan, sejak perdagangan dibuka IHSG sempat berada di zona merah. Selang 3 menit setelah pembukaan indeks terpantau berbalik arah ke zona hijau dengan apresiasi 0,04% ke 7.053,27. Pukul 10:30 WIB IHSG melesat 0,27% ke 7.069,13 dan konsisten berada di zona hijau hingga penutupan perdagangan sesi I.

Level tertinggi berada di 7.073,55 sekitar pukul 10:30 WIB, sementara level terendah berada di 7.037,31 sesaat setelah perdagangan dibuka. Mayoritas sahamsiang ini terpantau masih mengalami penurunan.

Statistik perdagangan mencatat ada 255 saham yang menurun dan 247 saham yang mengalami kenaikan, serta sisanya sebanyak 179 saham stagnan.

Saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) menjadi saham yang paling besar nilai transaksinya siang ini, yakni mencapai Rp 346,7 miliar. Sedangkan saham PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) menyusul di posisi kedua dengan nilai transaksi mencapai Rp 212,1 miliar dan saham PT Transcoal Pacifik Tbk (TCPI) di posisi ketiga sebesar Rp 208,8 miliar.

Penguatan indeks Tanah Air siang ini sejalan dengan indeks utama bursa saham Amerika Serikat (AS) kompak menguat pada perdagangan semalam. Gerak Wall Street ditopang oleh pemilihan paruh waktu yang dapat mempengaruhi tingkat pengeluaran dan regulasi pemerintah.

Dow Jones Industrial Average naik 334 poin, atau 1%, kenaikan tiga hari berturut-turut. S&P 500 naik 0,6% ke 3.828 dan Nasdaq Composite naik 0,5% menjadi 10.616

Pelaku pasar mengharapkan Partai Republik untuk mengambil kembali Dewan Perwakilan Rakyat dan mungkin memenangkan Senat juga ketika hasil mulai bergulir pada Selasa malam.

Investor cenderung menyukai gagasan 'kemacetan' di Washington dengan Kongres dan Presiden yang terbagi karena akan membatasi pengeluaran pemerintah, pajak dan peraturan baru.

"Reaksi pasar keuangan terhadap kemenangan Partai Republik harus diredam, karena hasil DPR sudah diharapkan secara luas, dan hasil Senat membuat sedikit perbedaan pada hasil kebijakan jika Partai Republik mengendalikan DPR," tulis Jan Hatzius dari Goldman Sachs dalam sebuah catatan.

"Kemenangan Demokrat yang mengejutkan di DPR dan Senat kemungkinan akan membebani ekuitas, karena pelaku pasar mungkin mengharapkan kenaikan pajak perusahaan tambahan," tambah Hatzius.

Secara historis, pasar cenderung naik hingga akhir tahun dan hingga 12 bulan setelah pemilihan paruh waktu karena investor lega mendapatkan kejelasan tentang kebijakan masa depan.

Menghijaunya Wall Street bisa menjadi sentimen positif bagi bursa saham Tanah Air hari ini. Kendati demikian, investor saat ini terus mencermati hasil pemilihan paruh waktu Amerika Serikat, yang mana suara para pelaku pasar menjagokan republik untuk memenangkan kongres.

Di sisi lain, investor juga masih mengantisipasi bahwa laporan indeks harga konsumen hari Kamis akan memberikan sinyal lebih lanjut tentang seberapa jauh bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve/The Fed, menjaga agresivitas menaikkan suku bunga untuk menurunkan inflasi.

Laporan inflasi yang semakin panas dapat memberi sinyal kepada investor bahwa poros dari periode suku bunga yang lebih tinggi yang berkepanjangan mungkin tidak akan segera terjadi.

Kemudian China sebagai mitra dagang utama Indonesia akan mengumumkan tingkat inflasi konsumen untuk Oktober.

Menurut konsensus, inflasi tahunan China pada Oktober diperkirakan akan melandai menjadi 2,4% yoy dari bulan sebelumnya 2,8% yoy. Sementara secara bulanan, inflasi China diperkirakan akan stagnan di 0,3%.

Beda dengan negara lain, ekonomi terbesar kedua ini memiliki inflasi yang rendah. Penyebabnya adalah China masih berjibaku melawan virus Corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).

China memiliki prinsip Zero Covid yang membuat wilayah di Negeri Panda tersebut rentan lockdown yang membuat ekonomi berjalan lebih lambat. Inflasi bisa menjadi cerminan dari daya beli China, sehingga saat inflasi turun cenderung memberikan sentimen negatif.

Dari dalam negeri, datang dari rilis makroekonomi yang makin menegaskan bahwa kondisi ekonomi Indonesia saat ini baik-baik saja.

Bank Indonesia (BI) melaporkan IKK Oktober sebesar 120,3, lebih tinggi dari bulan sebelumnya 117,2. IKK menggunakan angka 100 sebagai ambang batas antara zona optimis dan pesimis. Di atasnya 100 artinya optimis, semakin tinggi tentunya semakin bagus.

Saat konsumen semakin optimistis, maka belanja bisa mengalami peningkatan yang pada akhirnya mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia. Seperti diketahui, belanja rumah tangga merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia, di kuartal III-2022 kontribusinya lebih dari 50%.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan realisasi produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada kuartal III-2022 tumbuh 5,72% (year on year (yoy). Rilis tersebut sedikit lebih tinggi dari proyeksi pemerintah 5,7%, dan Bank Indonesia (BI) 5,5%.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aum/aum) Next Article IHSG Balas Dendam, tapi Apa Kuat ke 7.000 Lagi?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular