
Melawan Dolar Itu Berat, Rupiah Tak Akan Kuat!

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah melemah 4 hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis kemarin. Dalam 4 hari, total pelemahannya nyaris 1% ke Rp 15.695/US$, level terendah sejak pertengahan April 2020 lalu.
Sepanjang tahun ini rupiah tercatat melemah hampir 9%. Bank Indonesia (BI) juga mengakui kedigdayaan dolar AS terhadap sejumlah mata uang negara, termasuk nilai tukar rupiah. BI menyebut keperkasaan dolar AS memang tak terbantahkan.
Hal tersebut dikemukakan Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Kamis (3/11/2022). Perry mengatakan, hampir seluruh negara memang terkena dampak dari penguatan dolar AS.
"Dolar sangat super strong. Year to date sudah menguat, apresiasi hampir 20%," kata Perry.
Apresiasi yang dimaksud adalah indeks dolar AS yang saat ini berada di level tertinggi dalam 20 tahun terakhir.
Bank sentral AS (The Fed) yang sangat agresif menaikkan suku bunga menjadi pemicu penguatan dolar AS. Di tambah lagi dengan risiko resesi dunia pada tahun depan, dolar AS yang menyandang status safe haven tentunya menjadi primadona.
Hal ini membuat rupiah sulit menguat melawan dolar AS. Tanpa "bantuan" dari BI, rupiah sepertinya akan sangat terpuruk.
BI berulang kali menegaskan tetap berada di pasar untuk melakukan intervensi apabila nilai tukar rupiah terlempar jauh dari nilai fundamentalnya. BI memastikan akan menjaga agar rupiah tidak terdepresiasi lebih dalam.
"BI akan menjaga stabilisasi nilai tukar dengan intervensi spot dan forward, d pasar SBN, di pasar sekunder aga depresiasi rupiah terjaga," kata Perry.
Secara teknikal, rupiah yang disimbolkan USD/IDR terus tertekan sejak menembus ke atas rerata pergerakan 50 hari (moving average 50/MA50).
MA 50 merupakan resisten kuat, sehingga tekanan pelemahan akan lebih besar ketika rupiah menembusnya.
Rupiah kini sudah berada di atas Rp 15.450/US$ yang merupakan Fibonacci Retracement 38,2%. Level tersebut bisa menjadi 'gerbang keterpurukan' bagi rupiah, selama tertahan di atasnya. Terbukti, rupiah terus tertekan setelah menembus level tersebut.
Fibonacci Retracement tersebut ditarik dari titik terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi 23 Maret 2020 di Rp 16.620/US$.
![]() Foto: Refinitiv |
Selama tertahan di atas Fibonacci Retracement 32,5% tersebut rupiah berisiko terpuruk semakin jauh, menuju Rp 16.000/US$ atau di kisaran Rp 15.900/US$ yang merupakan FIb. Retracement 23,6%.
Untuk hari ini resisten berada di kisaran Rp 15.700/US$ hingga Rp 15.730/US$. Jika ditembus, rupiah berisiko mendekati ke Rp 15.800/US$.
Pelemahan rupiah pada Rabu (2/11/2022) membentuk pola Doji yang memberikan sinyal netral. Artinya, pelaku pasar masih ragu-ragu menentukan arah, apakah lanjut naik atau balik turun.
Mengingat Doji muncul saat posisi rupiah sedang melemah di level tertinggi dalam 2,5 tahun terakhir, ada peluang rupiah bisa menguat.
Indikator Stochastic pada grafik harian sudah cukup lama berada di wilayah jenuh beli (overbought), juga memberikan peluang penguatan.
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
![]() Foto: Refinitiv |
Stochastic pada grafik 1 jam, yang digunakan memprediksi pergerakan harian, juga berada di wilayah jenuh beli.
Selama tertahan di bawah Rp 15.700/US$, rupiah berpeluang menguat ke Rp 15.650/US$ hingga Rp 15.630/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
