Mayoritas Bursa Asia Dibuka Lesu, Pesta Pora Sudah Selesai?

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik dibuka melemah pada perdagangan Rabu (2/11/2022), di mana investor menanti pengumuman keputusan suku bunga acuan terbaru bank sentral Amerika Serikat (AS).
Indeks Nikkei 225 Jepang dibuka melemah 0,47%, Hang Seng Hong Kong terkoreksi 0,63%, Shanghai Composite China terpangkas 0,44%, dan KOSPI Korea Selatan terdepresiasi 0,44%.
Sedangkan untuk indeks ASX 200 Australia dibuka menguat 0,29%. Sementara untuk indeks Straits Times Singapura sempat dibuka naik 0,14%. Namun selang 30 menit setelah dibuka, Straits Times berbalik melemah 0,28%.
Dari Korea Selatan (Korsel), data inflasi periode Oktober 2022 telah dirilis pada hari ini dan kembali naik. Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) Korsel pada bulan lalu naik menjadi 5,7% secara tahunan (year-on-year/yoy).
Angka ini lebih tinggi sedikit dari prediksi pasar dalam polling Trading Economics yang memperkirakan CPI Korsel secara tahunan tetap sebesar 5,6%.
Sedangkan secara bulanan (month-to-month/mtm), CPI Negeri Ginseng pada Oktober 2022 masih sama seperti pada September lalu yakni naik 0,3%. Angka CPI bulanan sesuai dengan prediksi pasar.
Harga listrik, harga gas dan harga industri memimpin kenaikan. Sementara untuk CPI inti, yang tidak memasukan harga makanan dan minyak, naik 4,8% (yoy).
Sementara itu dari Jepang, Gubernur bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ) mengatakan bahwa dia dan anggotanya dapat membuat kebijakan kontrol kurva imbal hasil (yield) bank lebih fleksibel yang bisa menjadi pilihan di masa depan.
"Jika pencapaian target inflasi 2% terlihat, maka kontrol kurva imbal hasil lebih fleksibel bisa menjadi pilihan," kata Kuroda kepada parlemen.
Namun, dia menambahkan bahwa untuk saat ini, BoJ tetap harus mempertahankan suku bunga yang sangat rendah dan menjaga tekanan ke bawah pada seluruh kurva imbal hasil untuk mendukung perekonomian.
Bursa Asia-Pasifik yang secara mayoritas melemah terjadi di tengah berbalik melemahnya bursa AS, Wall Street pada awal perdagangan November 2022.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melemah 0,24%, S&P 500 terkoreksi 0,41%, dan Nasdaq Composite terpangkas 0,89%.
Volatilitas di pasar aset-aset berisiko seperti saham masih dirasakan oleh berbagai pihak terutama investor.
Volatilitas yang tinggi tecermin dari pergerakan berfluktuasi. Bayangkan saja di bulan Oktober 2022, ketiga indeks saham Bursa New York berhasil mencatatkan kinerja yang positif. Bahkan Dow Jones menguat 14% dan menjadi kinerja bulanan terbaik sejak Januari 1976.
Penguatan Dow Jones yang melebihi kedua indeks lain yaitu S&P 500 dan Nasdaq Composite cenderung ditafsirkan sebagai fenomena investor yang cenderung bermain defensif karena konstituen Dow Jones kebanyakan saham blue chip dan berfundamental baik.
Di sisi lain, kendati ada penurunan yield obligasi AS (US Treasury Note), tetapi tidak terlalu terasa. Untuk diketahui, yield obligasi negara acuan AS tenor 10 tahun sempat turun ke bawah 4%. Namun penurunannya hanya 3 basis poin (bp) saja dan masih dalam tren naik.
Pelaku pasar masih terus mencermati kelanjutan musim rilis laporan keuangan di AS. Optimisme mulai muncul seiring dengan adanya ekspektasi tentang ekonomi China dan kebijakan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).
Narasi bahwa China akan segera keluar dari kebijakan zero Covid-19 policy atau nol Covid-19 mulai banyak diperbincangkan di kalangan pelaku pasar.
Jika China mengakhiri kebijakan nol Covid-19 yang selama ini mereka jalankan, maka ada harapan bahwa negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia itu akan tumbuh.
Di sisi lain ada juga yang berekspektasi bahwa The Fed akan mulai menurunkan kadar hawkish-nya melihat kondisi ekonomi AS yang diramal bakal terguncang resesi.
Pada rapat edisi November tahun ini, The Fed diperkirakan masih akan mengerek naik suku bunga acuan sebesar 75 bp menjadi 4%.
Rasanya masih terlalu dini untuk berekspektasi lebih pada kondisi yang penuh ketidakpastian seperti sekarang ini.
Respons pasar juga masih sangat reaktif terhadap berbagai kemungkinan yang ada termasuk jatuhnya ekonomi global ke jurang resesi dan krisis keuangan yang menjadi momok menyeramkan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
Sinyal Nggak Enak Buat IHSG Nih... Bursa Asia Loyo Lagi
(chd/chd)