Awal Pekan Bakal Happy, IHSG Sesi I Berakhir Di Zona Hijau!
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir di zona hijau pada penutupan perdagangan sesi I Senin (31/10/2022), penguatan indeks acuan Tanah Air terjadi di tengah kekhawatiran pelaku pasar terkait rilis beberapa data ekonomi penting pekan ini.
Indeks acuan Tanah Air dibuka stagnan di posisi 7.091,76 pagi tadi. Indeks kemudian ditutup di zona hijau dengan apresiasi 0,62% atau 43,85 poin, ke 7.099,89 pada penutupan perdagangan sesi pertama pukul 11:30 WIB.
Nilai perdagangan tercatat naik ke Rp 8,05 triliun dengan melibatkan lebih dari 13 miliar saham yang berpindah tangan 802 kali.
Melihat pergerakan perdagangan, IHSG dibuka stagnan di 7.056,04. Selang 5 menit setelah pembukaan IHSG terpantau menguat 0,31% ke 7.078,87. Pukul 10:08 WIB indeks berhasil menyentuh zona 7.100 tepatnya menguat 0,7% ke 7.105,63 dan konsisten menghijau hingga penutupan perdagangan sesi I.
Level tertinggi berada di 7.113,11 sekitar pukul 10:15 WIB, sementara level terendah berada di 7.065,4 sesaat setelah perdagangan dibuka. Mayoritas saham siang ini terpantau mengalami kenaikan.
Statistik perdagangan mencatat ada 312 saham yang menguat dan 194 saham yang mengalami penurunan, serta sisanya sebanyak 186 saham stagnan.
Saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) menjadi saham yang paling besar nilai transaksinya siang ini, yakni mencapai Rp 557,3 miliar. Sedangkan saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menyusul di posisi kedua dengan nilai transaksi mencapai Rp 422,7 miliar dan saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) di posisi ketiga sebesar Rp 404,8 miliar.
Penguatan Wall Street menjadi katalis positif bagi pergerakan IHSG hingga siang ini.Indeks saham acuan Bursa New York mengalami kenaikan tajam sepanjang pekan lalu. Indeks Dow Jones naik 2,59%; S&P 500 menguat 2,46% dan Nasdaq Composite terbang 2,87% pada Jumat (28/10/2022).
Dalam sepekan ketiga indeks tersebut juga mengalami kenaikan yang cukup tinggi. Indeks Dow Jones naik 4,32%; indeks S&P 500 menguat 2,73% dan Nasdaq Composite meningkat 1,37% secara mingguan.
Penguatan indeks saham Wall Street juga didorong oleh penurunan imbal hasil (yield) obligasi negara (US Treasury). Untuk diketahui, yield US Treasury 10 tahun turun dari 4,23% menjadi 4,01%.
Di tengah-tengah kondisi yang belum benar-benar kondusif risk appetite investor cenderung membaik. Namun investor juga perlu mencermati berbagai sentimen yang berpotensi menggerakkan saham pekan ini yang berasal dari eksternal maupun domestik.
Sebenarnya pasar keuangan global belum benar-benar kondusif. Isu resesi di tahun 2023 masih terus dihembuskan oleh berbagai pihak. Kekhawatiran soal resesi bukan tanpa alasan. Di saat inflasi masih naik, bank sentral terutama negara-negara Barat masih agresif dalam menaikkan suku bunga acuan.
Kendati demikian, Rilis data ekonomi yang melampaui proyeksi dari China dan AS sebagai dua negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia masih belum mampu menjadi katalis positif untuk kinerja aset keuangan berisiko seperti saham.
Di awal pekan ada China yang melaporkan ekonominya tumbuh 3,9% year on year (yoy) pada kuartal III-2022.
Ekonomi China tumbuh lebih tinggi dari kuartal II-2022 yang hanya mengalami ekspansi 0,4% yoy dan diperkirakan hanya tumbuh 3,4% yoy oleh konsensus ekonom pada kuartal III-2022.
AS juga melaporkan kinerja ekonomi yang lebih baik dari perkiraan. Di kuartal III-2022, Produk Domestik Bruto (PDB) AS dilaporkan tumbuh 2,6% secara tahunan melampaui kinerja kuartal II-2022 yang mengalami kontraksi 0,6% dan perkiraan konsensus yang tumbuh 2,4% saja.
Pelaku pasar saat ini sedang menantikan rilis data PDB negara-negara berpengaruh di dunia serta laporan keuangan emiten. Investor juga patut mencermati pengumuman kebijakan suku bunga Fed. Pelaku pasar memperkirakan Fed akan kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 bps di bulan November 2022.
Asal tahu saja, Fed sudah menaikkan suku bunga acuan sejak Maret 2022 hingga September 2022 sebesar 300 bps. Suku bunga dikerek naik dari 0,25% menjadi 3,25%. Apabila Fed menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 bps lagi maka suku bunga acuan akan berada di 4% untuk bulan November 2022.
Dari dalam negeri, pada awal bulan November pelaku pasar tentunya akan mencermati rilis data inflasi untuk bulan Oktober 2022. Konsensus Trading Economics memperkirakan inflasi di bulan Oktober 2022 naik 6% yoy.
Menurut Survei Perkembangan Harga (SPH) Bank Indonesia (BI), komoditas utama penyumbang inflasi Oktober 2022 sampai dengan minggu keempat yaitu bensin sebesar 0,05% (mtm), tarif angkutan dalam kota sebesar 0,04% (mtm), tahu mentah sebesar 0,02% (mtm), beras, tempe, angkutan antar kota dan rokok kretek filter masing-masing sebesar 0,01% (mtm).
Sementara itu, komoditas yang mengalami deflasi pada periode minggu keempat Oktober yaitu cabai merah sebesar -0,11% (mtm), telur ayam ras sebesar -0,07% (mtm), daging ayam ras sebesar -0,04% (mtm), cabai rawit sebesar -0,03% (mtm), serta tomat dan daging sapi masing-masing sebesar -0,01% (mtm).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aum/aum)