Rupiah Menguat Efek Kabar Baik Dari AS, Mau Denger Nggak?

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
Jumat, 28/10/2022 15:15 WIB
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (USD). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah berhasil mencatatkan penguatan melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (28/10/2022). Penguatan rupiah terjadi setelah merespon data pertumbuhan ekonomi AS pada periode kuartal III-2022.

Mengacu pada data Refinitiv, rupiah berhasil menguat pada pembukaan perdagangan sebesar 0,06% ke Rp 15.555/US$. Kemudian, rupiah melanjutkan penguatannya hingga 0,26% ke Rp 15.525/US$ pada pukul 11:10 WIB.

Pada penutupan perdagangan rupiah tembus ke Rp 15.548/US$ menguat 0,11% di pasar spot. Rupiah mulai mencoba menjauh dari level tertingginya dalam 2,5 tahun.


Sementara indeks dolar AS terpantau menguat 0,28% di pasar spot ke posisi 110,89. Dolar masih mencoba menjauhi posisi tertingginya selama dua dekade di 114,7. Ini menandakan bahwa dolar AS mulai melandai dari keperkasaannya.

Pergerakan pasar keuangan global masih didominasi oleh rilis data PDB AS yang tumbuh ke 2,6% pada kuartal III-2022, dan melampaui ekspektasi konsensus analisTrading Economics dan Reuters di 2,4%.

Hal tersebut menunjukkan bahwa perekonomian AS telah keluar dari resesi teknis yang terjadi pada awal tahun ini. Seperti diketahui, PDB AS sempat terkontraksi pada kuartal I-2022 -1,6% dan kuartal II-2022 -0,6%.

Namun, rilis data ekonomi yang baik tersebut tampaknya di respon negatif oleh para pelaku pasar global. Tercermin dari penutupan bursa saham AS yang mayoritas berakhir melemah.Indeks Dow Jones tercatat menguat 0,8%, sementara S&P 500 turun 0,3% dan Nasdaq merosot 1,2%.

Padahal, ketika pertumbuhan ekonomi baik, pasar saham biasanya diuntungkan. Namun, rilis data PDB tersebut dapat meningkatkan potensi bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) untuk kembali agresif menaikkan suku bunga acuannya untuk meredam inflasi AS yang masih berada di level 8% secara tahunan (yoy).

Bahkan, jika mengacu pada FedWatch, sebanyak 43% analis memprediksikan The Fed akan agresif hingga pada Februari 2023, di mana tingkat suku bunga akan dikerek naik ke kisaran 4,75%-5%.

Pekan depan, akan menjadi pekan yang penting untuk dicermati oleh para pelaku pasar. Pada 3 November 2022 waktu Indonesia, akan ada rilis keputusan Fed terkait suku bunga acuan. Sementara dari Tanah Air, pada 1 November 2022 akan ada rilis inflasi Indonesia per Oktober dan rilis PMI Manufaktur.

Hari ini, Dana Moneter Internasional (IMF) kembali memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi di Asia karena pengetatan moneter global dan kenaikan inflasi yang disebabkan oleh perang Rusia-Ukraina, serta perlambatan tajam di China.

IMF memangkas perkiraan pertumbuhan di Asia menjadi 4% tahun ini dan 4,3% pada 2023, tapi proyeksi tersebut kian melandai dari target sebelumnya yang turun masing-masing sebesar 0,9% dan 0,8% dari proyeksi April lalu.

"Sementara inflasi di Asia tetap lemah dibandingkan dengan kawasan lain, sebagian besar bank sentral harus terus menaikkan suku bunga untuk memastikan ekspektasi inflasi tidak menjadi tidak menentu, kata IMF dalam laporan prospek ekonomi regional Asia-Pasifik dikutipReuters.

Bahkan, IMF memprediksikan pertumbuhan ekonomi di China akan melambat menjadi 3,2% tahun ini, turun 1,2% dari proyeksinya pada April lalu. Ekonomi terbesar kedua di dunia itu di proyeksi tumbuh 4,4% tahun depan dan 4,5% pada 2024.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aum)