Waspada IHSG, Mayoritas Bursa Asia Loyo

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
Jumat, 28/10/2022 08:52 WIB
Foto: Bursa Jepang (Nikkei). (AP Photo/Koji Sasahara)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik dibuka melemah pada perdagangan Jumat (28/10/2022), di tengah bervariasinya bursa saham Amerika Serikat (AS) kemarin setelah dirilisnya data pertumbuhan ekonomi AS pada periode kuartal III-2022.

Hanya indeks Straits Times Singapura yang dibuka di zona hijau pada hari ini, yakni menguat 0,62%.

Sedangkan sisanya dibuka di zona merah. Indeks Nikkei 225 Jepang dibuka merosot 0,91%, Hang Seng Hong Kong turun 0,18%, Shanghai Composite China melemah 0,62%, ASX 200 Australia terkoreksi 0,5%, dan KOSPI Korea Selatan terdepresiasi 0,56%.


Dari Jepang, bank sentral (Bank of Japan/BoJ) akan mengumumkan hasil rapat kebijakan moneter 2 hari pada hari ini, di mana analis dalam polling Reuters memperkirakan bank sentral Negeri Sakura akan kembali dipertahankan di level -0,1%.

BoJ juga kemungkinan akan sedikit menurunkan prediksi pertumbuhan ekonomi Jepang pada tahun ini, sambil merevisi prediksi inflasinya.

Secara terpisah, pejabat Jepang diperkirakan akan mengungkap program stimulus baru senilai lebih dari 29 triliun yen (US$ 200 miliar).

Selain itu, data tingkat pengangguran di Jepang pada periode September 2022 juga telah dirilis pada hari ini, di mana hasilnya menunjukkan kenaikan menjadi 2,6%, berdasarkan data dari Biro Statistik Jepang.

Angka ini lebih tinggi sedikit dari prediksi pasar dalam survei Reuters yang memperkirakan tingkat pengangguran di Jepang tak berubah dari periode Agustus lalu, yakni di 2,5%.

Bursa Asia-Pasifik yang cenderung melemah terjadi di tengah bervariasinya bursa saham AS, Wall Street pada perdagangan Kamis kemarin, setelah dirilisnya data pertumbuhan ekonomi AS pada periode kuartal III-2022.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup menguat 0,61% ke posisi 32.033,28. Namun, indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite kembali ditutup di zona merah. S&P 500 ditutup melemah 0,61% ke 3.807,3 dan Nasdaq ambles 1,63% menjadi 10.792,67.

Produk Domestik Bruto (PDB) AS dilaporkan tumbuh 2,6% pada periode Juli - September lalu. Sementara pada dua kuartal sebelumnya, PDB tercatat terkontraksi 1,6% dan 0,6%, artinya secara teknis sudah mengalami resesi.

Dengan PDB yang tumbuh di kuartal III-2022, artinya AS lepas dari resesi. Tetapi, hal ini tidak serta merta disambut baik oleh para pelaku pasar. Sebab, dengan PDB yang tumbuh lebih tinggi dari ekspektasi Wall Street 2,3%, ada kemungkinan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan terus agresif menaikkan suku bunga.

The Fed sepanjang tahun ini kenaikannya sebesar 300 basis poin (bp), menjadi 3% - 3,25% dan masih akan terus berlanjut.

Pada November nanti, bank sentral paling powerful di dunia ini diperkirakan akan menaikkan lagi sebesar 75 bp menjadi 3,75% - 4%. Tidak cukup sampai di situ, kenaikan masih akan terus dilakukan hingga awal tahun depan.

Berdasarkan data dari perangkat FedWatch milik CME Group, pasar melihat ada probabilitas sebesar 43% suku bunga The Fed berada di level 4,75% - 5% pada Februari 2023.

Meski demikian, Wall Street Journal (WSJ) pada pekan lalu melaporkan adanya "perpecahan" di tubuh The Fed.

Beberapa pejabat The Fed secara terang-terangan juga sudah mengemukakan perbedaan pendapatnya.

Presiden The Fed San Francisco Mary Daly adalah salah satu pejabat yang menyuarakan keinginan agar The Fed bisa mengendurkan laju kenaikan suku bunga. Menurutnya, pelonggaran kebijakan diperlukan untuk mencegah ekonomi AS melambat lebih dalam.

"Pasar sudah mem-priced in kenaikan 75 bp lagi. Namun, saya ingin mengingatkan jika kenaikan suku bunga sebesar 75 bp tidak akan selamanya. Kita harus memastikan untuk tidak mengetatkan kebijakan terlalu ketat. Perang, perlambatan ekonomi Eropa, dan kenaikan suku bunga global akan berdampak ke ekonomi AS," tutur Daly, berbicara dalam sebuah pertemuan yang diselenggarakan Universitas Berkeley California, seperti dikutip dari Reuters.

Hal ini membuat Wall Street bervariasi merespon rilis data PDB. Investor menanti kepastian ke mana arah kebijakan The Fed, apakah masih tetap agresif, atau mulai mengendur.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Bursa Asia Anjlok Usai Trump Umumkan Tarif Impor Jepang-Korsel