Perhatian! RUU PPSK Bisa Merusak Sistem Keuangan Indonesia

Market - Anisa Sopiah, CNBC Indonesia
27 October 2022 16:50
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam Acara Konferensi Pers: Hasil Rapat Berkala III KSSK 2022 (Tangkapan Layar Youtube Kementerian Keuangan RI) Foto: Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam Acara Konferensi Pers: Hasil Rapat Berkala III KSSK 2022 (Tangkapan Layar Youtube Kementerian Keuangan RI)

Jakarta, CNBC Indonesia - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah akan segera membahas Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) alias Omnibus Law Keuangan. RUU ini dinilai bisa merusak stabilitas sistem keuangan.

"Adanya RUU PPSK ini diharapkan untuk memperkuat perekonomian supaya lebih optimal sehingga mampu menghadapi krisis. Namun sayangnya masih banyak pasal-pasal yang menurut kami bermasalah yang bisa mengancam independensi dari lembaga keuangan," kata Deni Friawan, Peneliti Ekonomi CSIS dalam konferensi pers, Kamis (27/10/2022)

"Bukan mendorong penguatan lembaga tapi malah sebaliknya berpotensi melemahkan dan merusak stabilitas sistem keuangan yang telah terbentuk baik selama ini," jelasnya.

Deni menjelaskan, salah satu persoalannya adalah dominasi Menteri Keuangan (Menkeu) dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Sejatinya keputusan KSSK diambil secara musyawarah, akan tetapi ketika terjadi kebuntuan maka dalam RUU PPSK, Menkeu bisa memutuskan. Kemenkeu juga mendapatkan porsi dalam penentuan bank tersebut berdampak sistemik atau tidak.

"Karena ada koordinasi tadi, di sini yang kita takutkan adalah ketika lembaga otoritas lainnya harus patuh terhadap aturan yang sudah ditetapkan, itu membahayakan independensi atas nama stabilitas keuangan. Di sini kami melihat peranan sentral KSSK dan Kemenkeu bisa mengamputasi independensi lembaga keuangan yang lain," papar Deni.

Persoalan selanjutnya adalah terkait penghapusan pasal 47 huruf c dalam substansi mengenai B mengenai larangan Anggota Dewan Gubernur alias Deputi BI untuk menjadi pengurus atau anggota partai politik.

"Ini bisa membahayakan karena bisa jd kepala otoritas keuangan ini dikuasai oleh politisi dan kepentingan jangka pendek untuk Pemilu misalnya ini bisa mengganggu independensi mereka dalam membuat kebijakan yang baik bagi stabilitas di sektor keuangan," terangnya.

Deni juga menyoroti peran BI yang ditambah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Hal ini akan membuat BI tidak fokus dalam menyusun kebijakan secara objektif.


"Permasalahannya adalah ini membuat objektifnya jadi banyak, dia jadi tidak fokus, yang jadi masalahnya belum tentu kedua objektifnya itu saling sinkron, kalau belajar ekonomi ada trade of antara unemployment dengan inflasi, nah kalau multiple objektif seperti itu bank sentral akan sulit dan bagi kita juga sulit meminta pertanggungjawaban bank sentral karena misalnya dia miss di satu objektif dia bilang dia menjalankan objektif yang lain," jelas Deni.

Di samping itu terkait kebijakan suku bunga, yang disisipi di dalam pasal 8AB. Di mana bank umum akan diwajibkan segera menyesuaikan ambang suku bunga kredit paling lama tujuh hari setelah BI menetapkan penyesuaian suku bunga acuannya.

"Kewajiban penyesuaian suku bunga dan kewajiban persentase minimum 20% untuk sektor produktif dan UMKM. Ini juga bermasalah karena ini bukan hanya akan mengganggu mekanisme pasar dari penetapan suku bunga, ini bisa menimbulkan akses negatif lainnya, akses pasar gelap atau hilangnya kepercayaan masyarakat," ungkapnya.

Skema pembagian beban atau burden sharing antara BI dan pemerintah ketika terjadi krisis juga tidak bisa dipermanenkan. Deni mencurigai BI bisa jadi 'sapi perah'. "Itu dikhawatirkan akan membuat BI jadi sapi perah atas nama pertumbuhan ekonomi dan pembangunan," tegasmya.

Berkaitan dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Deni mengkritisi adanya tambahan kewenangan untuk mengawasi Koperasi Simpan Pinjam di tengah keterbatasan sumber daya manusia (SDM). Sedangkan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga akan diberikan kewenangan untuk menjamin polis asuransi.

"Menurut kami, lebih baik LPS yang fokus ke pengelolaan dana simpanan sementara OJK fokus ke yang sudah ada untuk koperasi sebaiknya diserahkan ke Kementerian Koperasi dan UKM," pungkasnya.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Usulan DPR: Kursi Dewan Gubernur BI Boleh Diisi Politisi


(mij/mij)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading